Singaraja, Faktapers.id – Kedai Kopi Manji keberatan terhadap ditagih pajak yang dilayangkan kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Buleleng.
Pemilik UMKM itu menjawab penolakan tagihan pajak melalui Kantor Hukum Firma Hukum Global Yustisia Law Firm.Tak tangung-tanggung nilainya cukup fantastis sebesar Rp.72.389.717,-.
Padahal,pemilik Kopi Manji mengaku bukan selaku wajib pajak karena selama beroperasi BPKPD tidak pernah melakukan pungutan pajak restoran cafe kepada konsumen, gujug-gujug diberikan tagihan pajak.
Owner Kopi Manji Romi Yunaidy (26) melalui kuasa hukumnya Wirasanjaya, S.H., M.H., dan I Putu Bawa, SH mengatakan, atas keberatannya pihak Kantor BPKPD Kabupaten Buleleng atas tagihan pajak yang dilayangkan.
Padahal,kata Wirasanjaya, sejak bulan April 2021 hingga Desember 2021 kliennya tidak pernah melakukan pungutan pajak restoran cafe kepada konsumen.
“Berdasarkan Surat Teguran Nomor: 973/0083/V/2022 tertanggal 18 Mei 2022 yang menyatakan klien kami belum melakukan pembayaran atas tunggakan pajak restoran/cafe sejumlah Rp.72.389.717,tidak benar mengingat tidak pernah melakukan pungutan pajak restoran cafe kepada konsumen yang didasari dari jumlah pembayaran yang diterima oleh subyek pajak,”ujar Wirasanjaya, Selasa (14/6) di ruang kerjanya.
Wirasanjaya menuding BPKPD Buleleng mengabaikan tupoksinya sebagai pengawas dengan tidak melakukan pembinaan sejak perusahaan beroperasi. Mestinya,kata Wirasanjaya, tidak kurang 15 hari setelah perusahaan tidak melaporkan surat pemberitahuan pajak daerah (SPPD).
“Padahal dalam ketentuan dalam Perda No 9/2011 selambat-lambatnya 15 hari setelah surat pemberitauhan pajak daerah harus sudah disampaikan kepada bupati setelah berakhir masa pajak.Begitu klien kami tidak menyampaikan SPPD seharusnya ada teguran dengan tidak seharusnya menungu setahun,” ungkapny.a.
Ditambahkan,saat ini kliennya dalam kondisi tertekan karena harus membayar pajak yang tidak ia pungut dari konsumen.Atas kasus itu. Wirasanjaya meminta kepada Bupati Buleleng agar melakukan pembinaan atas kinerja yang dilakukan oleh bawahannya di BPKPD untuk mengurangi potensi kehilangan pajak daerah.
“Bagi kami apa yang dilakukan BPKPD Buleleng adalah pembiaran. Masak hanya dalam waktu setahun sejak buka tahun 2021 dan dalam suasana Covid-19 langsung diberikan teguran dan angka yang cukup besar,”ucapnya.
Sementara itu Kepala BPKPD Buleleng,Gede Sugiartha Widiada mengatakan,tidak benar pihak BPKPD melakukan pungutan pajak diluar mekanisme yang berlaku.
Menurut dia saat ditemui mengatakan, setiap unit usaha sudah memiliki apa yang disebut Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Sehingga dengan memiliki NPWPD itu setiap unit usaha wajib melakukan pembayaran pajak sesuai SOP.
“Sejak awal terdaftar setiap usaha memiliki NPWDP,nah melalui itulah pungutan pajak itu dilakukan.Jadi tidak benar kita secara tiba-tiba nyelonong pungut pajak,”jelas Sugiartha.
Namun demikian,ketentuan yang dilakukan untuk soal tunggakan pajak,menurut Sugiratha Widiada tidak diberlakukan kaku.Karena dapat dilakukan penyelesaian melalui mekanisme rekonsiliasi.
”Tidak serta merta dilakukan penyitaan jika objek pajak belum bisa memenuhi kewajibannya.Ada aturan melalui rekonsiliasi,pada tahap ini dilakukan upaya penyelesaian,jadi kita tidak kaku,”ucapnya.
Sugiartha Widiada menyebut,kasus seperti itu cukup banyak terjadi. Faktornya bisa karena kelalaian sehingga sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan untuk melakukan corss chek dan mencari kebenaran.
”Kita melakukan ceknya melalui sistim atau ada juga yang memainkan sitimnya,kita kan tidak mengetahu.Yang jelas,semua proses penagihan pajak telah sesuai SOP,”terangnya. ds