Singaraja, Faktapers.id – Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi akan menjadi jalan tol termegah kedua setelah jalan Tol Bali Mandala di Provinsi Bali. Jalan Tol ini akan mencakup 3 Kabupaten di Provinsi Bali yaitu Kabupaten Jembrana/Gilimanuk, Tabanan, Badung.
Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi diharapkan dapat mengakomodir kendaraan dari Barat ke Timur dan sebaliknya serta menjadi jalur alternatif dari pelabuhan Gilimanuk menuju ibu kota Provinsi Bali yaitu Denpasar.
Selain itu, pembangunan jalan tol ini diharapkan dapat mengantisipasi volume lalu lintas dengan terkoneksinya kawasan-kawasan pembangunan strategis berdasarkan RTRW Bali 2009-2029 kedalam jaringan Jalan Tol Jagat Kerthi Gilimanuk-Mengwi.
Peletakan batu pertama dilakukan di kawasan Kecamatan Pekutatan, tersebut merupakan hasil rapat yang dipimpin Gubernur Bali Wayan Koster, di Jayasabha, Denpasar. Mega proyek Jalan Tol Jagat Kerthi Gilimanuk–Mengwi dengan panjang mencapai 95 kilometer, digarap Juni 2021 dan ditarget rampung tahun 2022. Proyek infrastruktur ini menelan anggaran hingga Rp 14 triliun, yang bersumber dari pihak swasta.
Pembangunan mega proyek tersebut yang rencana awal dari Gubernur sebelumnya oleh Made Mangku Pastika, Tol tersebut menghubungkan dari Gilimanuk (kabupaten Jembrana)-Seririt(Buleleng)- Pekutatan(Tabanan) dan Badung. Namun kini beralih haluan Buleleng yang mestinya kecipratan seperti dianak tirikan padahal Gubernur 2 x berasal dari Buleleng.
Adanya peralihan arus jalan tol tersebut, Gde Sumarjaya Linggih S.E.,M.AP selaku anggota DPR RI dapil Bali asal Buleleng mengungkap dugaan boroknya sistem yang mestinya Kabupaten Buleleng terbesar di Bali ini perlu mendapat perhatian khusus untuk menyeimbangkan ketimpangan pembangunan Bali yang selama ini terjadi. Ditemui awak media Minggu (10/9).
“Kami juga sedikit heran kok sekarang konsep jalan Tol Gilimanuk-Denpasar dirubah, awal konsep itu adalah Gilimanuk-Seririt-Pekutatan-Denpasar,” kata Gde Sumarjaya Linggih yang lazim dipanggil Demer.
Dirinya selaku putra Buleleng melihat potensi kemajuan Buleleng menopang banyak aspek, dan disinyalir akan terjadi danmpak negative terhadap kemajuan perputaran ekonomi di Bali.
”Kenapa jalur dirubah, kalau konsep awal diikuti tentu Buleleng sangat kecipratan. Kami lihat nanti di daerah Jembrana sangat kasihan disepanjang jalan banyak pelaku usaha yang tadinya ramai itu akan sirna karena orang naik dari Gilimanuk bisa langsung sampai Denpasar tidak lagi mereka singgah disepanjang jalan itu sama juga nanti Buleleng juga terdampak, orang tidak akan mau lagi mencari jalur Buleleng,“ papar Gde Sumarjaya Linggih.
Sebelumnya Pemprov Bali merencanakan membangun empat ruas tol Bali sepanjang 156,7 kilometer. Empat ruas ini meliputi Kuta-Canggu-Tanah Lot-Soka sepanjang 28 km, Soka-Pekutatan (25,1 km), Pekutatan-Gilimanuk (54,4 km), dan Pekutatan-Lovina (46,7 km).
Bahkan diketahuin rapat 2017, perubahan rencana pembangunan tol tersebut telah dilakukan studi kelayakan (FS) terhadap sejumlah ruas tol sebelumnya hasilnya tidak “feasible” atau tidak layak.
Lanjut Gde Sumarjaya Linggih sangat berharap kendati daerah Buleleng tidak lebih maju dari wilayah Denpasar namun masih memiliki harapan kepada pemangku kebijakan daerah Bali yang tak lain Gubernur Wayan Koster untuk lebih memperhatikan daerah asalnya sendiri.
“Harapan saya untuk penyebaran pertumbuhan ekonomi tolonglah diperhatikan sehingga Buleleng kecipratan. Kasihan nanti di daerah Bali selatan(Denpasar) bisa saja nanti orang asli Bali yang tinggal disana hilang akibat termajinalnya pertumbuhan yang sangat tinggi , contoh daerah Betawi di Jakarta. Mudah-mudahan pemimpin yang dari Buleleng ini mengerti dan mengarahkan pembangunanya kesini,” ungkap Gde Sumarjaya sembari senyum (ds)