Singaraja, Faktapers.id – Pasca puluhan warga Desa Adat Tista Desa Baktiseraga mendatangi Kejaksaan Negeri Buleleng, memantik suasana panas desa itu. Mereka dianggap tukang gaduh bahkan hingga disebut pembangkang adat.
Hal itu dipicu kelompok yang datang ke Kejari Buleleng, Senin (10/10-2022). Mereka dianggap tidak menghormati paruman sebagai ajang musyawarah tertinggi dalam desa adat
Kelian Desa Adat/Bendesa Tista Nyoman Supardi MP memberikan klarifikasi atas tudingan warganya terkait dugaan penyelewengan keuangan yang bersumber dari Dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemprov Bali serta dana-dana lain yang diterima Desa Adat Tista.
Menurut Nyoman Supardi,soal penggunaan dana BKK telah disampaikan dalam paruman desa beberapa waktu lalu.Hasilnya,krama adat sepakat dan menerima laporan pertanggungjawaban penggunaan uang yang disampaikan oleh Bendesa Nyoman Supardi serta prajuru adat lainnya.
“Bahkan ada tiga orang di kepengurusan adat sebagai Kertha Desa orang yang paham hukum.Ada mantan jaksa dan jaksa aktif.Mereka menerima dan meminta untuk dibuatkan berita acara penerimaan pertangungnjawaban. Makanya aneh jika kemudian masalah ini dibawa keluar (kejaksaan), ”kata Nyoman Supardi,Selasa (11/10).
Para pihak yang tidak puas itu,menurut Supardi,mestinya menghormati mekanisme peraturan yang ada di desa adat. Dengan melangkahi semua prajuru adat termasuk didalamnya kertha desa, Supardi menyebut kelompok Made Ngurah Artana merupakan kelompok pembangkang di Desa Adat Tista. Buktinya kalau diundang dalam pertemuan mereka tidak pernah datang.Bicara diluar cenderung memprovokasi bahkan mereka menolak mematuhi prarem (aturan) yang dibuat.
“Kami diganggu oleh orang-orang yang tidak menghormati adat begitu juga kewajibanya. Sekarang masalah prona dipersoalkan Dalam pembuatan sertifikat melalui prona seharusnya ada kontribusi untuk desa adat namun dia menolak padahal lahan yang digunakan untuk usaha itu lahan milik desa adat.Diajak berkontribusi untuk desa mereka tidak mau,” imbuh pensiunan Polisi ini.
Menurut Nyoman Supardi upaya provokasi yang dilakukan kelompok Ngurah Artana dengan menghembuskan isu-isu negatif yang berujung terganggunya harmonisasi di desa sebetulnya bermuara pada upaya pendongkelan dirinya sebagai Bendesa Desa Adat Tista.Terlebih salah satu pelapor tidak aktif dan berdomisili di luar Desa Adat Tista.
“Informasi yang saya tangkap,yang penting prangkat desa adat diganti aman sudah.Itu apa maksudnya.Intinya mereka ingin mengganti saya sebagai bendesa padahal jika pertanggung jawaban keuangan,yang menjadi soal sudah diterima. Kalau saja pelapor memiliki track record yang baik didesa mungkin saya akan menerima.Namun selalu buat masalah dan tidak pernah membayar turunan (iuran),”sambungnya.
Sementara soal tempat kremasi yang juga dipersoalkan,Nyoman Supardi mengatakan,hal itu sudah melalui proses paruman.Dan itu menjadi prasyarat pihak ketiga yang diajak bekerjasama dalam membangun krematorium tersebut.Supardi mengaku berusaha bijaksana menyikapi kasus didesanya untuk menghindari kemungkinan terjadinya bentrok fisik didesanya.
”Kelompok itu juga setuju kenapa sekarang kok mengkhianati.Makanya saya bingung dengan ulah mereka.Intinya saya tidak ingin desa ini hancur dan terpecah karena ulah segelintir orang tak bertanggungjawab,” ucapnya.
Lebih jauh soal kasus yang disoal sudah menjadi ranah hukum,Supardi mengaku menghormati dan mempersilahkan memprosesnya.Namun demikian,ia menyebut dalam laporan itu ada resiko yang dikuti sebagai konsekwensi.
“Jika saya dinyatakan bersalah dianggap menilep,tidak masalah.Toh dalam laporan pertanggungjawaban yang disampaikan bendahara di paruman sudah diterima krama,” terangnya. (ds)