Singaraja, Faktapers.id – Geram atas suara Nyoman Tirtawan bersama 55 warga Batu Ampar Kecamatan Gerokgak berorasi dibundaran patung kuda, Gambir Jakarta pusat menyuarakan dugaan penyerobotan lahan oleh mantan Bupati Buleleng Agus Suradnyana kepada Presidien RI beberapa hari lalu malah kini semakin memanas
Tirtawan membawa 55 KK melakukan orasi damai mengecam Putu Agus Suradnyana merampas hak-hak warga Batu Ampar dengan memasukan lahan warga sebagai asset Pemkab Buleleng pada tahun 2015.
Tindakan Nyoman Tirtawan itu dinilai mencemarkan nama baik mantan Bupati Buleleng Agus Suradnyana, memalui pengacara Gede Indria, S.H kepada awak media Jumat (23/12) saat menggelar press reales di Warung Makan Ranggon Sunset, mengungkapkan, “Laporanya nanti secara tertulis disampaikan kepada Polres , karena Tirtawan melakukan pencemaran baik dengan kata *Bupati merampas*. Jauh sebelum Agus Suradnyana jadi Bupati sudah ada surat itu, kecuali saat itu Bupati menjual tanpa persetujuan DPRD bisa jadi kecuali juga menerbitkan SK baru terhadap HPL tanah Batu Ampar itu,”kata Gede Indria. S,H
Menurut Gede Indria, Pemkab Buleleng telah memiliki HPL 1 seluas 45 hektar , kemudian ditahun 1990 keluar HPL untuk PT Prapat Agung yang dijadikan HGB, Nyoman Tirtawan diduga telah membeli lahan tersebut dari para penggarap lahan tersebut.”’Orang-orang disana menjual kepada Tirtawan tetapi tidak terperinci nominalnya, nah hal tersebut menjadi fakta persidangan dan kalah masyarakat dan ada yang sudah menjual sebelum mempunyai hak ada memang yang memiliki kitir pajak SPPT tetapi secara ilmu hukum itu bukan bukti kepemilikan yang sah. Nah di tahun 2017 lagi diungkap dengan kasus yang sama , mungkin Tirtawan sebagai korban yang tidak mendapat hak dirugikan oleh penjual itu sendiri karena masyarakat menjual belum punya hak. Mestinya Tirtawan menggugat si penjual bukan kepada Agus Suradnyana nah ini yang memicu pencemaran nama baik,”terang Gede Indria
Perjuangan yang dilakukan Tirtawan guna mendapat hak masyarakat semakin memanas, pasalnya Pemkab betul-betul mengklaim memiliki hak berdasarkan hasil BPN Buleleng . Nyoman Tirtawan mantan DPRD Bali dikonfirmasi media Fakta Jumat (23/12) 14.25 wita melalui telephone mengatakan, lahan warga Batu Ampar dimasukan sebagai asset Pemkab pada tahun 2015, dirinya dengan santai menjawab bahkan senang membuka bukti kebenaran secara terbuka,
“Itu hak setiap orang untuk mendapatkan keadilan, mari nanti dibuktikan dengan data/dokumen yang otentik. Secara konstitusi mana kala ada produk lama diganti dengan produk baru maka yang berlaku produk baru, sama dengan HPL tahun 1976 sudah diganti dengan SK Mendagri thn 1982 yang didasari SK Bupati dan BPN Buleleng yang diterbitkan oleh mentri dalam negeri dengan keputusan tanah tersebut didistribusi menjadi hak milik untuk 55 KK atas nama Raman dkk.
Jadi semenjak 1982 tidak ada lagi hak atas nama orang atau lembaga lain diatas tanah tersebut, pasalnya telah ada keputusan dan ketetapan Mendagri,”Jika BPN dan Pemkab Buleleng mengklaim tanah tersebut berarti melawan SK Mendagri artinya itu sudah tindakan melawan hukum. Dari SK Mendagri sudah terbit beberapa sertifikat yang juga diterbitkan BPN Buleleng. Satu hal yang kami ingatkan ada HPL (Hak Penggarapan Lahan) sama dengan hak seorang penyakap yang tentunya itu masyarakat sendiri yang berumur 25 tahun. Masyarakat disana tinggal sejak 1952 bercocok tanam kalau ini diklaim orang lain atau lembaga berarti ada mafia tanah, katanya ada asset Pemkab Buleleng trus belinya kepada siapa dan kapan bahkan angkanya Nol rupiah, katanya lagi sertifikat Pemkab terbakar peristiwa kebakaran gedung BPN itu terjadi 1999 bukan 2015, menurut saya aneh ini padahal sudah ada temuan BPK 2019 tentang pelanggaran Permendagri no.28/thn 2020”terang Tirtawan.
Kepanasan yang semakin terjadi atas kasus yang belum selesai itu, selaku PJ Bupati Buleleng I Ketut Lihadnyana yang tidak ingin berkelanjutan kasus tersebut akan diselesaikan pihaknya secara duduk bersama seperti yang dikatakan, “Kami akan panggil semua pihak seperti Kepolisian, BPN, Kejaksaan, Pengadilan dan kelompoknya Tirtawan untuk duduk bersama dulu, kalau disana nanti punya bukti dan Pemkab pun punya bukti ayo nanti ditunjukan kalau ada nanti dua sertifikat/bukti penunjang jadi kenapa ini BPN. Jadi untuk apa masalah dibiarkan dan dipelihara serta untuk apa pemerintah berseteru dengan rakyatnya,”terang PJ Ketut Lihadnyana (ds)