Singaraja.Faktapers.id – Polemik adat di Bali kian jauh dari perhatian pemerintah, terkesan urusan adat berlarut-larut seperti kasus pelaba Pure Segara Adat Sinalud Desa Kayuputih berlokasi di pesisir Pantai Desa Kaliasem yang berdiri diatas tanah negara.
Permasalahan adat Sinalud dengan Adat Kaliasem sudah cukup lama, bahkan mediasi berkali kali dilakukan tak kunjung selesai terhadap lahan dipesisir pantai setempat hingga didepan pure berdiri bangunan model club malam yang dikontrakan kepada seseorang oleh Desa Adat Kaliasem. Sehingga kini kerama Adat Sinalud
Menurut Bendesa Adat Sinalud Ketut Giri bersama kerama adat kecewa atas areal pura yang sering digunakan melasti oleh warganya menyayangkan lahan tersebut di PTSL dan kini dikontrakan.
“Gejolak ini sejak 2008 dan lahan itu disertifikatkan Desa Adat Kaliasem muncul 2010 , kalau yang namanya mediasi sudah berkali-kali agar areal pure segara tidak diminta, dimana kami nanti selaku umat Hindu seperti Melasti Nyepi ini depan pura ada bangunan yang tidak layak,”kata Ketut Giri.
Pembuatan sertifikat PTSL dari Adat Kaliasem melalui prona tanpa diketahui pengempon Pura Segara Desa Adat Sinalud.
“Rencana dikontrakan kok bisa…? nah dari dulu sudah kami keberatan kalau lahan itu untuk melasti kerama adat Sinalud. Itu tanah negara yang dipesisir pantai dimohon sedangkan Pure Segara batas utaranya laut jawa. Sekarang kok berdiri bangunan seperti club atau Kafe kan tidak layak. Ini karna menyangkut umat seluruh kerama adat keberatan karena tempat yang kami gunakan untuk kegiatan pura diambil”papar Ketut Giri usai sidak mendampingi DPRD Provensi.
Pihak Desa Adat Sinalud akhirnya melayangkan surat ke Komisi II DPRD Bali tertanggal 22 Februari 2023 dan mengacu berdasarkan Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau pecil, menegaskan yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, serta berjarak minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
“Maka kami selaku Bandesa Adat Sinalud mengajukan penolakan segala bentuk bangunan dan perusakan lingkungan yang ada di depan Pura Segara Desa Adat Sinalud, yang berlokasi di Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng karena dapat mengganggu aktivitas kegiatan persembahyangan di pesisir pantai seperti (Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya) atau melasti dan juga dapat menimbulkan kebisingan ”terang Ketut Giri
Komisi II DPRD Bali dipimpin IGK Kresna Budi bersama Tim dan Fraksi Golkar Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi, Putu Gede, Jro Made Mardika PK Golkar Sukasada melihat langsung kelokasi Selasa (14/3) sangat menyayangkan namun pihaknya akan memediasi dengan baik karena menyangku adat dan Budaya Hindu Bali,
“Kita datang kesini sesuai surat yang dilayangkan Desa Adat Sinalud dan sesuai visi misi Gubernur Bali “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dan polemik ini menjadi atensi kita bersama. Kami sudah gali informasi dari beberapa pihak, kalau tadi kita lihat rasanya belakangnya pure depanya bangunan seperti itu kan kurang etis,”kata Kresna Budi.
Penyertifikatan dari Desa Adat Kaliasem disinyalir diam-diam juga bangunan tersebut melanggar sempadan pantai, bahkan terendus lahan negara itu dikontrakan untuk perbaikan pura lain oleh adat Kaliasem.
“Yang pertama melanggar kesucian dari pure setempat, Sempadan Pantai. Dimana –mana yang namanya areal pure segara tidak ada bangunan apapun karena digunakan tempat melasti, semestinya kita ikut menjaga dan lingkungan dan kesucian pura apa lagi kita orang hindu yang penuh dengan keyakinan .Harapan kita PHDI, Dinas Kebudayaan, Pol PP,Gubernur harus perhati umat dan budaya Bali. Ini harus dicarikan jalan keluar yang terbaik , apakah desa Kaliasem kekurangan dana untuk membangun pure tapi tidaklah dengan jalan seperti ini. Kalau bisa karena dekat hari Raya Nyepi harus dibersihkan itu.” jelas IGK Kresna Budi
Kresna Budi akan melibatkan semua elemen agar polemik dua adat tersebut tidak berkepanjangan karena menyangkut umat.Terhadap penyertifikatan pihaknya sangat menyayangkan diterbitkan BPN Singaraja karena sesuai sertifikat dari adat Sinalut batas Utaranya laut jawa dan batas timur merupakan kali , sungai kecil.
”Kita tidak tahu jalan penyertifikatan itu kok bisa dimunculkan dan nanti kita telusuri bersama kejaksaan,”terang Kresna Budi.
Kresna Budi juga mendorong Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana untuk dengan bijak melihat persoalan kelokasi termasuk memeriksa soal perizinan .Begitu juga dengan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) diminta berhati-hati menerbitkan hak milik beupa sertifikat jika menyangkut soal adat istiadat.Hasil cek lapang,katanya,ditemukan bangunan tidak berizin dan harus dibongkar karena untuk menjaga kesucian pura memang tidak boleh ada bangunan.
“Sebagai orang Bali pasti paham apa itu kesucian pura.Setelah ini saya akan berkoordinasi terutama dengan Pj Bupati Buleleng agar segera turun tangan agar tidak terjadi gesekan yang tidak diinginkan,” pungkasmya.
(ds).