Nasional

Kepala Bulog Budi Waseso: Banyak Penyelundupan Beras Karena Harga Beras di Pasar Indonesia Lebih Mahal

185
×

Kepala Bulog Budi Waseso: Banyak Penyelundupan Beras Karena Harga Beras di Pasar Indonesia Lebih Mahal

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Faktapers.id – Kepala Bulog Budi Waseso mengungkapkan saat ini mulai banyak penyelundupan beras dari beberapa negara lain masuk ke Indonesia.

Penyelundupan terjadi karena harga beras di pasar Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara
penghasil beras seperti Vietnam dan Thailand.

“Saya tahu mulai marak penyelundupan beras masuk Indonesia. Karena disini
harganya lebih mahal. Saya tahu, bahkan hari ini penyelendupan itu terjadi di mana diangkut dengan kapal apa. Saya tahu informasinya, tapi itu bukan wewenang saya, biar ditangani yang berwenang,” kata Buwas ketika menjadi nara sumber dalam
seminar nasional bertema Pembenahan Kebijakan Pangan Menuju Indonesia Emas di The Sultan Hotel Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Selain Buwas, seminar yang diselenggasakan  Nagara Institute ini juga menghadirkan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang juga Kepala Staf
Kepresidenan (KSP) Moeldoko, Menteri Perdagangan Zulkufli Hasa, dan Kepala
Badan Pangan Nasoinal (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.

Seminar dipandu oleh Direktur Eksekutif Nagara Institue Akbar Faizal. Buwas menjelaskan, harga beras di pasar dalam negeri memang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan negara-negara lain penghasil beras, seperti di Jepang, Vietnam, dan Thailand.

Buwas memberi contoh, baru-baru ini Bulog melakukan impor beras dari Jepang. “Harganya Rp 9000 per kilogram sudah sampai gudang Bulog. Sementara, kalau beras produksi sendiri, di pasar domestik harganya bisa Rp
13.000 – Rp 14.000. Jauh sekali bedanya,” beber Buwas.

Menusut Buwas karena disparitas harga itulah dimanfaatkan oleh oknum-oknum
tertentu menyelundupkan beras dari luar untuk dipasarkan di dalam negeri dengan memanfaatkan situasi.

“Hal ini terjadi karena harga produk pangan Indonesia memang lebih mahal, sehingga tidak efisien di proses produksi. Ini masalah-masalah yang kita hadapi saat ini. Kalau harga di kita lebih tinggi, nantia da intervensi dari negara lain yang ingin jual di kita karena lebih mahal,” sebut  Buwas.

Mahalnya harga pangan di Indonesia juga diakui Ketua Umum HKTI Moeldoko. ” Biaya produksi per 1 kg gabah di Indonesia mencapai Rp 290.000.
Semendara, di Vietnam hanya Rp 1.700. Kita memang tak efisien, dan arena biaya produksi pertanian mahal sehingga harga pangan juga mahal,” ucapnya.

Hal lainnya Moeldoko mengakui memang banyak masalah di sektor pangan divdalam negeri. “Yang pertama masalah lahan. Sudah makin sempit, kondisinya rusak. Kedua, lanjut Moeldoko, masalah akses permodalan. Meskipun KUR yang disiapkan pemerintah cukup tinggi, dari Rp 50 triliun menjadi Rp 70 triliun, petani
tetap sulit mengakses bank karena dianggap tidak bankable.Ketiga, masalah teknologi. Kalau pun ada teknologi baru, tak serta merta petani mau merima. Pata petani juga mengetahui masalah manajemen,” papar Moeldoko.

Salah satu solusinya Moeldoko mengusulkan kapasitas produksi harus ditingkatkan melalui intensifikasi yang didukung ekstensifikasi. Dalam hitungannya, jika per hektare lahan hanya menghasilkan 5-6 ton, sedangkan di negara lain bisa menghasilkan 9-10 ton, berarti terjadi inefisiensi.

“Kalau produksi kita optimum bisa mencapai 9 ton per hektare, berarti bisa efisien sehingga harga pangan menjadi murah,” tandas Moeldoko.

Moeldoko juga juga mengusulkan dibentuk korporasi petani yang melibatkan petani dalam proses produksi hingga memasarkan produknya. Dengan begitu, posisi petani menjadi lebih kuat.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkfli Hasan menjelaskan, ia optimis masalah sistem tata kelola bisa segera teratasi dengan adanya Badan Pengan Nasional. “Asal masalah pangan di bawah satu komando, saya yakin lima tahun ke depan kita bisa memperbaiki masalah pangan nasional,” ujarnya.

Zulkfli Hasan mendorong penguatan peran Badan Pengan Nasional, salah satunya melalui penguatan anggaran. “Sudah 70 tahun merdeka, sudah saatnya kita swasembada pangan. Kalau masalah pangan dalam satu komando, saya yakin pasti kita,” ungkap Zulkifli Hasan.

Sementara itu Kepala Badan Pangan Nasoinal (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan lembaga yang dipimpinnya terus melakukan berbagai upaya dan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait untuk memperbaiki masalah kebijakan pangan.

“Masalah data pangan, misalnya, kami sudah selesai menghitung neracanya dan itu transparan. produksi dalam negeri. Kita sudah transparan. Jadi, produksinya berapa dan kebutuhannya berapa, sudah diketahui, dan itu akan kita dasar untuk mengambil keputusan,” terangnya.

(*/Igo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *