Singaraja.Faktapers.id –11 warga Banjar Dinas Musi Desa Musi Kecamatan Gerokgak tak rela tanah yang ditempati berpuluhan tahun dan pegang SK Redis bahkan sudah mendirikan rumah permanen, tempat ibadah (pura) digusur oleh bego suruhan oknum anggota DPRD Buleleng, peristiwa memilukan ini tanpa diketahui pemerintah Buleleng sampai sekarang
Diketahui warga menempati lahan melalui SK redis sejak 58 tahun lebih dan turun temurun yang mana lahan tersebut diberikan oleh Pan Sweca Gara untuk masyarakat yang belum punya lahan sesuai UU landreform, karena saat itu Pan Sweca Gara tidak boleh dari 7/9 hektar memiliki lahan akibat saking kayanya diberi untuk warga. Namun meninggal pemilik, anaknya diperalat oknum pejabat supaya dapat merebut kembali lahan tersebut.
Menariknya menurut warga yang digusur belakangan ini terjadi peristiwa 10 Maret 2022 dilakukan pengukuran lahan dipimpin Ketut Ngurah Arya, 18 April 2022 pengerusakan atap rumah, 5 Mei 2022 penggusuran rumah secara paksa dengan nenggunakan alat berat sejenis bego (18 April 2023). Seminggu diratakan muncul sertifikat BPN lahan tersebut katanya milik Ketut Arya Budi Giri dan muncul sertifikat atas nama Devin Wijaya yang dibeli Ketut Arya Budi Giri dengan obyek ada di desa Gerokgak.
Sedangkan status anggota DPRD Buleleng tersebut ada dilokasi masih menjadi pertanyaan besar apalagi pengerahan alat berat untuk menggusur rumah warga setempat yang kenyataannya belum ada keputusan hukum secara sah/Inkrah dari PN Singaraja bahkan Pemerintah Buleleng tidak pernah bersosialisasi kalau lahan tersebut berpindah tangan.
Warga saat itu menangis rumah mereka digusur tanpa perhitungan hanya saja kini terdapat tempat suci , 11 KK kini ngontrak ditempat lain. Reaksi ini menimbulkan petaka besar untuk warga, sisi lain Pemkab Buleleng sama sekali belum turun menanyakan permasalahan dan keberadaan warga yang terkatung-katung.
4 x menjadi laporan ke Polres Buleleng, juga mentok tanpa ada tindak lanjut ketegasan hukumnya. Menurut kuasa hukum warga (PURN) Brigjen Gede Alit Widana melalui timnya I Nyoman Mudita, S.H ditemui di Singaraja Senin (24/4) menuturkan, “Mengenai tanah warga yang di desa Musi sesuai UU land reform nomor 5 th 1960 dan hak redis warga secara defakto belum dicabut pihak Agraria yang mana lahan didapat dari tanah lebih milik Sweca Gara sejumlah 2 hetar 8 are. Nah belakangan muncul sertifikat katanya milik Devin Wijaya yang di beli dari Ketut Arya Budi Giri dengan luas 4 hektar batas utaranya laut . Sebenarnya obyek itu ada di Desa Gerokgak bukan di Desa Musi,”kata Mudita.
Menurut Mudita secara historis, yang mendapat SK Redis dari tanah tersebut adalah I Made Sukaredana dan Ibu Rini kemudian beranak pinang dan digunakan oleh keluarga hampir 11 KK. Dugaan kuat dibalik itu ada mafia tanah berkeliaran yang sengaja merebut lahan strategis tersebut “Kalau pemerintah yang mengambil alih boleh tetapi ada ketentuan untuk mengganti rugi tapi faktanya bukan pemerintah melainkan ini orang perorang. Sedangkan keputusan pengadilan pun tidak ada, jadi ada apa…?seperti ada dugaan mafia tanah yang bermain dengan BPN merebut hak masyarakat kecil”kata Nyoman Mudita
Lanjut Mudita, terkait pengkaliman lahan tersebut dan terjadi pengerusakan yang di lakukan oleh oknum DPRD Buleleng dari partai ternama, kata Mudita,”Kami pertanyakan okum anggota DPRD Buleleng kapasitasnya sebagai apa mendalangi pengerusakan rumah warga. Sudah jelas obyek tersebut ada di Desa Gerokgak kok datang ke lahan tersebut membawa sertifikat dengan pihak BPN guna mengukur ulang dan mengatakan kepada warga kalau lahan itu recana digunakan untuk proyek pemerintah. Ini sekarang direbut lahan warga yang sudah memilik SK Redis dengan sertifikat yang tidak sesuai obyek ,”paparnya
Kasus ini mulai akan terkuak dalang dibalik penyerobotan secara paksa , bahkan Advokat segera menggiring kasus ini ke Polda Bali dalam waktu dekat sesuai bukti, Histori lahan yang di permasalahkan bahkan dugaan akan menyeret banyak pihak pejabat yang bermain,,
“Kita secepatnya akan laporkan penyerobotan lahan warga Musi ke Polda Bali. Kenapa pemerintah Buleleng tidak bertindak dan membiarkan warganya terzolimi , mestinya mengkclearkan masalah ini panggil semua pihak dan terangkan kalau tanah itu Redis. Pemda diamanatkan oleh UU sebagai penguasa daerah yang berhak memberikan masyarakat , mengambil alih untuk kepentingan umum, Nah ini malah terbalik pengambilan secara pribadi apalgi pembongkaran itu secara paksa dan keterlibatan oknum DPRD Buleleng, mestinya ketua DPRD menegur anggotanya dan Polisi sebagai pelindung dan pengayom memanggil semua pihak bersama Pemkab Buleleng,”terang Nyoman Mudita
Penempatan warga di lokasi itu sejak 58 tahun, ada dua orang saksi hidup yang berumur 80 tahun siap akan memberikan keterangan dipengadilan, saat pengerusakan menurut warga di TKP yang sempat membantu warga menghalangi Boduser mengatakan, awal nya terjadi pengukuran dlahan ibu Luh.
“Dari yang di motori oleh oknum Anggota DPRD Kabupaten Buleleng bernama Ketut Ngurah Arya dan sempat dihalangi. Beberapa warga termasuk ahli waris putra almarhum Bpk Gelgel bernama Gede sukra Redana beserta adiknya Ketut Suma. Padahal almarhum suda mempunyai sertifikat nomo 9. Thn 1969,”papar warga
Tambah warga, “Kala itu oknum DPRD datang dengan alasan mengukur akan ada penyenderan proyek dari Kabupaten Buleleng, selang 1 minggu terbit sertifikat atas nama Ketut Arya Budi Giri kemudian terbit lagi sertifikat yang dibeli oleh atas nama Devin Wijaya dan lanjut (7/2/23) terjadi lagi penggusuran tempat ibadah pelinggih yang turun temurun sudah 58 thn menempati Selasa (18/04/2023) kembali lagi terjadi,”kata warga.
(ds)