Jakarta, Faktapers.id – Memasuki bulan Agustus 2023 belum jelas nasibnya laporan Nazaruddin alias Buyung, mantan pegawai UP Perparkiran atas dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Unit Penggelola (UP) Perparkiran Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta tahun 2018-2022.
“Saya laporkan pada Juni lalu,” sebut Nazarudin pada Monitorindonesia.com di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, Rabu (2/8/2023).
Iya telah melaporkan plus bukti sudah ke Asisten Pidana Khusus (Adpidsus) Kejati DKI Jakarta atas Dugaan kebocoran uang parkir mencapai milyaran rupiah.
Nazaruddin alias Buyung mantan pegawai UP Perparkiran selama 5 tahun itu awalnya dengan penuh semangat melaporkan para pejabat Dishub dan UP Perparkiran DKI Jaarta kepada Kejati DKI. Nazaruddin tak ingin selepas dia bekerja di UP Perparkiran, uang masyarakat terus ‘digerogoti’ oleh para oknum pejabat Dishub.
“Aspidsus (Asisten Pidana Khusus) Kajati DKI seperti tidur kali ya. Padahal laporan yang saya sampaikan (ke Kejati DKI) memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Semua data sudah saya sampaikan kepada Kajari DKI tapi hasilnya tidak ada tindak lanjut,” ungkap Nazaruddin lagi saat berbincang dengan Monitorindonesia.com di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, Rabu (2/8/2023).
Nazaruddin pun membeberkan secara detil bagaimana berbagai modus yang dilakukan UP Perparkiran Dishub DKI Jakarta dalam menggerogoti uang rakyat dari retribusi parkir. Seharusnya, kata dia, uang yang dikumpulkan dari pundi-pundi masyarakat itu masuk ke kas daerah namun pada kenyataannya lebih dari separuh masuk ke kantong pribadi oknum-oknum pejabat UP Perparkiran dan Dishub DKI.
Nazaruddin mengungkap, kronologis permasalahan atas dugaan penyimpangan pengelolaan parkir elektronik TPE DKI 22 yang di pihak ketigakan dengan PT. Vertikal Akses Asia (VAA), salah satu dari 70 perusahann yang berkerjasama dengan UP Perparkiran.
Dalam hal ini pihak UP Perpakiran Dishub DKI Jakarta melakukan kontrak kerjasama dengan PT. VAA selama 5 (lima) tahun di mulai awal 2018 hingga 2022. Dalam perjanjian kotrak, setelah di kelola oleh PT. VAA selama 5 (lima) tahun mesin tersebut akan jadi milik UP Parkir dalam keadaan utuh dan berfungsi. Akan tetapi dipertengahan tahun 2021 PT. VAA sudah tidak sanggup mengelola lagi.
“Mesin PT. VAA ditinggalkan begitu saja dalam keadaan mati atau sudah tidak berfungsi, spare part di dalam mesin PT. VAA banyak yang kosong. Setoran hampir setahun mereka tarik dari Jukir secara manual, tanpa system (mesin VAA). Setoran ke UP Parkir tidak jelas, jukir selama 6 (enam) bulan tidak di gaji sehingga UP Parkir dan Jukir sangat dirugikan,” beber Nazaruddin.
Pihak UP Parkir juga, sambungnya, melakukan kerjasama dengan PT. VAA sebagai maintenance (pemeliharaan) mesin TPE yang dimiliki oleh UP Parkir lebih kurang 210 unit. UP Parkir juga bekerjasama dengan PT AINO untuk transaksi online dikerjakan oleh PT. VAA (sedangkan AINO data manual dan sebagai data pembanding dari VAA).
Selanjutnya, biaya pemeliharaan yang dikeluarkan UP Perparkiran untuk VAA 1,3 mililar per tahun belum lagi biaya pergantian spare part. Selama bekerjasama dengan VAA banyak permasalahan dalam pemeliharaan, puncaknya VAA di bulan April 2021 mereka tidak melaksanakan kewajiban sampai akhir tahun 2021 sementara UP Parkir sudah membayar 1,3 miliiar.
Transaksi double
“Dengan PT.AINO juga terjadi permasalahan, contoh apabila masayarakat taping ke mesin TPE atau transaksi saldo yang di dalam kartu bisa terpotong double. Saldo yang di dalam kartu juga hilang, masyarakat banyak yang menggunakan kartu FLAZZ dan e-money di kedua kartu ini-lah banyak terjadi permasalahan,” terangnya.
Nazaruddin mengaku pernah rapat dengan Pimpinan UP Parkir di tahun 2021. Mereka mengetahui bahwa transaksi yang bermasalah dan total uang yang bermasalah lebih kurang 10 Miliiar.
Pihak perbankan yakni BCA dan MANDIRI dan AINO mengakui hal tersebut. System yang gagal ini adalah milik AINO. “Saya berharap agar pihak aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan terhadap PT. VAA, AINO, UP Perpakiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dan pihak perbankan yang bekerjasama dengan UP Parkir,” katanya.
Bahkan, dalam laporannya ke Kejati DKI Jakarta, Nazaruddin turut memberikan foto copy dokumen yang didapat, seperti bukti kartu yang tersedot ada dalam berkas, bukti histori dari INDOMARET, berkas pemeriksaan dari Bank BCA dan MANDIRI, dan bukti foto mesin TPE DKI 22 yang berlokasi di jalan Batu Tulis, Gereja Ayam, dan juga jalan Soekarjo Wiriyo Pranoto.
“Kontrak kerjasama banyak yang bermasalah di UP Perparkiran. Manajemen UP Perparkiran Dinas
Perhubungan DKI Jakarta juga bermasalah SDM-nya seperti banyak Jukir TPE hanya di bayar separuh dari UMP DKI. Sementara kontrak kerjasama sampai saat ini belum ada,” jelasnya.
Nazaruddin mengaku sudah siap membuka tabir dan siap dikonfrontir jaksa penyidik Kejati dan memberikan data otentik lainnya agar kasus dugaan korupsi di UP Perparkiran Dishub DKI Jakarta. “Entah bagaimana nasib laporan (ke Kajati DKI) itu sekarang. Dugaan korupsi di UP Perparkiran DKI Jakarta itu luar biasa besarnya,” tandasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo dan Kepala UP Perparkiran Dishub DKI hingga kini masih tutup mulut terkait laporan Jukir Parkir tersebut. Demikian pula dengan pihak manajemen PT.VAA, hinga kini belum terkonfirmasi.
[Tim Investigasi]