Faktapers.id JAKARTA – Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) tak mengenal putusan yang dimaksud tidaklah sah meskipun hakim yang mana memutuskan perkara yang disebutkan terbukti melanggar kode etik.
Hal yang disebutkan disampaikan pada sidang putusan uji formil Pasal 169 huruf q undang-undang pemilihan tentang ketentuan batas minimal usia capres/cawapres dengan nomor perkara 145/PUU-XXI/2023 yang dimaksud diajukan dua ahli hukum tata negara, yakni Denny Indrayana serta Zainal Arifin Mochtar.
“Putusan Mahkamah Konstitusi bukan mengenal adanya putusan yang mana tidak ada sah meskipun di proses pengambilan putusan yang mana dijalankan oleh para hakim konstitusi terbukti bahwa salah individu hakim yang dimaksud terlibat memutus perkara yang dimaksud melanggar etik,” ucap Guntur pada ruang sidang gedung MKRI, Ibukota Pusat, Selasa (16/1/2024).
“Hal yang disebutkan tak juga merta mengakibatkan putusan yang disebutkan tiada sah lalu batal,” sambungnya.
Dia mengatakan, putusan MK menghadapi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 bersifat final lalu mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sebab, undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tak dapat diterapkan pada hukum acara peradilan MK.
Sebelumnya, Ketua MK Suhartoyo di amar putusannya menolak gugatan yang dimaksud diajukan dua orang ahli hukum tata negara tersebut.
“Dalam provisi menolak permohonan provisi para permohonan. Dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo ketika membacakan amar putusan di tempat ruang persidangan, Gedung MKRI, Selasa (16/1/2024).
Dalam gugatannya, mereka memohonkan putusan provisi atau sela, yang di area antaranya memohonkan MK menunda berlakunya putusan itu kemudian menangguhkan segala kebijakan berkaitan dengan putusan itu.
Di samping itu, akibat tahapan pencalonan presiden dan juga delegasi presiden berakhir pada 25 November 2023, dia meminta-minta persidangan secara cepat. Kemudian, mereka itu juga memohon agar komposisi majelis hakim yang dimaksud mengadili, memeriksa lalu memutuskan perkara ini tak melibatkan hakim Anwar Usman.
Sementara itu, di pokok permohonannya, keduanya meminta-minta agar MK menyatakan pembentukan Putusan 90 itu inkonstitusional dan juga tak mempunyai kekuatan hukum mengikat lantaran terdapat cacat hukum di proses lahirnya putusan tersebut.