Faktapers.id Jakarta – Saat memulai pemaparannya di Debat Capres Cawapres yang tersebut diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ahad, 4 Februari 2024, Anies Baswedan tampak mengetuk jam tangan yang ada di dalam pergelangan kirinya. Kemudian, ia memproduksi gestur memutar kedua tangannya ke depan juga belakang. Pada bahasa isyarat, gestur yang dimaksud berarti “waktunya perubahan”.
Menunjuk jam tangan berarti waktu, sedangkan menggerakan tangan dari depan ke belakang miliki makna berubah atau perubahan. Gestur inovasi ini sesuai dengan garis besar gagasan Anies-Cak Imin pada kontestasi Pilpres 2024.
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau cak imin (Timnas Amin) Iwan Tarigan mengungkapkan pengaplikasian bahasa isyarat oleh calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan ketika memulai debat kelima adalah permintaan dari kaum disabilitas.
“Titipan dari kawan-kawan disabilitas untuk Pak Anies menyapa mereka,” kata Iwan dikutip dari Tempo, Ahad, 4 Februari 2024.
Bahasa Isyarat
Tema debat capres terakhir turut mendiskusikan permasalahan yang dimaksud berhubungan dengan isu disabilitas, yaitu topik inklusi. Anies pun menggunakan bahasa isyarat yang digunakan peduli kemudian sesuai dengan penyandang disabilitas. Bahasa isyarat biasa digunakan untuk berbicara dengan penyandang disabilitas, teristimewa orang-orang yang mengalami gangguan pendengaran.
Berdasarkan laman Yayasan Indonesia Peduli Anak Berkebutuhan Khusus, ypedulikasihabk.org, bahasa isyarat merupakan bahasa untuk mengomunikasikan menggunakan gerak bibir serta bahasa tubuh, termasuk ekspresi wajah, pandangan mata, juga gerak tubuh. Bahasa isyarat juga dapat diartikan sebagai gerakan-gerakan yang digunakan telah miliki kesepakatan makna juga digunakan untuk bertukar informasi. Bahasa isyarat dapat digunakan oleh semua orang, tiada terbatas hanya sekali untuk orang yang mana mengalami tuli lalu tuna wicara.
Bahasa isyarat yang tersebut diperkenalkan sebagai bahasa formal biasanya digunakan rakyat tuli. Sebab, orang dengan gangguan pendengaran akan memiliki gangguan kemampuan bicara juga sehingga komunikasi efektif diadakan menggunakan gerak tubuh. Gerakan-gerakan ini pun disepakati maknanya sehingga secara alami lahir bahasa isyarat yang digunakan digunakan secara luas.
Bahasa isyarat digunakan melalui pergerakan tubuh sambil menggunakan gerak bibir lalu ekspresi agar lawan bicara lebih lanjut memahami makna instruksi yang dimaksud ingin disampaikan. Bahasa isyarat muncul secara alami sesuai dengan budaya masing-masing.
Di Indonesia, terdapat dua bahasa isyarat yang digunakan digunakan, yaitu Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) dan juga Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (Sibi). Menurut Peneliti Bahasa Isyarat Universitas Indonesia, Adi Kusumo Baroto, Bisindo merupakan bahasa isyarat yang digunakan tumbuh secara alamiah pada kelompok penduduk tuli dalam Indonesia. Terdapat sekitar seratus jenis bahasa isyarat alami yang mana tumbuh di dalam komunitas tuli dalam dunia, termasuk Bisindo.
Sementara itu, Sibi merupakan bahasa isyarat yang dimaksud distandarisasi oleh pemerintah. Sibi lahir bukanlah sebab perkembangan bahasa alami pada kelompok rakyat tuli, melainkan berkat sistem atau tata cara alih bahasa dari bahasa lisan ke bahasa isyarat buatan.
Lebih lanjut, Adi menguraikan, Bisindo telah ada sebelum Indonesia merdeka. Namun, minimnya referensi kemudian catatan terkait Bisindo, pemerintah akhirnya menciptakan bahasa isyarat sendiri yang mana distandarisasi, yaitu Sibi. Pemanfaatan Sibi disahkan dalam berbagai sekolah atau lembaga luar biasa sejak 1994. Namun, pembuatan Sibi tiada melibatkan kelompok warga tuli sehingga bahasa komunitas tunarungu di tempat Indonesia terpecah menjadi pengguna Bisindo kemudian Sibi.
Mengacu akun Instagram @difabel.id, Bisindo diterapkan menggunakan dua tangan untuk merepresentasikan satu huruf, sedangkan Sibi hanya sekali menggunakan satu tangan saja. Perbedaan ini menghasilkan Sibi digunakan sebagai bahasa pengantar resmi di tempat Sekolah Luar Biasa, sedangkan Bisindo digunakan pada kegiatan sehari-hari kelompok tuli.
(*)