Jakrta, faktapers.id – Peringatan terakhir dijatuhkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari, karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres.
“Hasyim Asy’ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu,” tandas Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin (5/2/2024).
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu 1,” tambah Heddy.
Dijelaskan Heddy, bahwa Hasyim terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara, yaitu masing-masing dengan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.
DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU diantaranya August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holid.
Mereka dinyatakan melanggar kode etik dan perilaku dalam perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.
Nerdasarkan pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.
Sehingga akibat putusan MK itu berdampak terhadap syarat calon peserta pemilihan presiden sehingga KPU seharusnya segera mengubah Peraturan KPU (PKPU) sebagai pedoman teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024.
Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan,” ungkap Wiarsa.
Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.
Namun, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah usai putusan MK tidak tepat.
“DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib,” terang Wiarsa.
DKPP menyatakan sikap para komisioner KPU dengan terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik usai putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga menyimpang dari PKPU.
“Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU,” ucap Wiarsa.
Wiarsa mengatakan dalam pertimbangan, tindakan ketua dan komisioner KPU yang tidak segera melakukan konsultasi kepada DPR dan Pemerintah untuk melakukan perubahan PKPU nomor 19 tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilu dan capres-cawapres adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
“Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024,” jelas Wiarsa.
“Terlebih Peraturan KPU sebagai peraturan teknis sangat dibutuhkan untuk menjadi pedoman cara bekerjanya KPU dalam melakukan tindakan penerimaan pendaftaran bakal capres-cawapres pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo,” pungkas Wiarsa.
[]