Berita

Soal Diminta Buat Narasi Positif, Ini Kata Rektor Unimus

84
×

Soal Diminta Buat Narasi Positif, Ini Kata Rektor Unimus

Sebarkan artikel ini

Faktapers.id – Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) Masrukhi mengaku diminta pihak kepolisian membuat video testimoni bernarasi positif dengan tujuan pemilu 2024 berlangsung damai.
Masrukhi mengatakan ia mulanya dihubungi oleh pihak Polrestabes Semarang pada Sabtu (3/2) yang memintanya membuat video tentang pemilu damai. Dirinya yang kala itu sedang berada di Jakarta pun mengiyakan permintaan tersebut.

“Iya (dihubungi Polrestabes Semarang), teman saya sendiri,” kata Masrukhi saat dihubungi, Selasa (6/2).

Adapun pesan pemilu damai dalam video yang ia buat yakni menyatakan pemilu sebagai amanat konstitusi di alam demokrasi. Lalu, mengajak menjadikan pemilu tahun ini berjalan lancar, aman, tertib, dan damai.

Ketiga, ia mengajak masyarakat pemilih menggunakan hak pilih sesuai hati nurani masing-masing.

“Keempat, saya katakan perbedaan pilihan itu hal biasa, hal wajar. Terpenting persatuan kesatuan bangsa harus dijaga secara sebaik-baiknya. Itu saja isinya,” sambung Masrukhi.

Masrukhi menekankan aktivitas membuat video testimoni macam ini sudah sering dilakukan sebagai bentuk kemitraan antara perguruan tinggi, Polri, TNI, organisasi keagamaan selaku agen sosial.

“Saya ditelepon polisi itu sehingga tidak dalam rangka pemilu saja, ketika imbauan hari raya supaya jaga ketertiban, ramadan, natal, tahun baru, saya juga dimintai testimoni. Kebetulan hubungan antara Unimus dan kepolisian sangat akrab,” ujar Masrukhi.

Lebih jauh, Masrukhi juga tidak melihat ada benang merah atau indikasi permintaan pembuatan video testimoni oleh kepolisian mengarah ke upaya intervensi kepada perguruan tinggi dengan membangun citra positif pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), seperti bunyi laporan yang diperoleh cawapres nomor urut 3 Mahfud MD.

“Saya kira enggak ada (kaitan dengan dugaan intervensi) sih, karena saya berkali-kali diminta testimoni polisi, kadang-kadang juga tulisan,” ujar Masrukhi.

“Ya hanya meminta ikut memberikan edukasi ke masyarakat agar mendukung pelaksanaan pemilu berjalan tenang, damai, dan sukses. Tidak ada, tidak ada saya harus bicara tentang Jokowi. Kalau ada saya enggak mau itu kan tidak relevan ya,” tegasnya.

Masrukhi selain itu juga belum mengetahui apabila ada rekannya sesama rektor yang jadi sasaran intervensi di tengah gelombang kritik perguruan tinggi terhadap pemerintahan Jokowi. Unimus sendiri, lanjut dia, sejauh ini belum menyatakan sikapnya.

“Begini, kita ini kan sudah terlalu banyak informasi berkenaan dengan pemilu, baik hal-hal yang berkenaan dengan kritik-kritik, kaya gitu kan sudah tahu lah. Sehingga di kampus saya tidak ada pernyataan sikap, apalagi kampus saya kan kampus masih kecil,” kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Mahfud MD mengungkap adanya upaya menekan para rektor lewat sebuah operasi oleh pihak tertentu untuk menyuarakan narasi positif terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Operasi intervensi ini disebut sebagai upaya untuk menandingi gelombang kritik para civitas academica berbagai perguruan tinggi terhadap nasib demokrasi di era Jokowi.

“Muncul sejumlah operasi mendekati rektor-rektor yang belum mengemukakan pendapatnya, belum berkumpul untuk deklarasi, mereka ini diminta untuk menyatakan sikap yang berbeda. Sikap yang berbeda didatangi mereka untuk menyatakan bahwa Presiden Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid terbaik,” kata Mahfud dalam acara Tabrak Prof! di sebuah cafe daerah Seturan, Sleman, DIY, Senin (5/2) malam.

Namun, kata Mahfud, tak semua rektor yang didatangi oknum mengiyakan permintaan tersebut.

“Tapi tidak semua rektor menyetujui pernyataan itu. Ada yang memodifikasi, ada yang netralisasi bahwa universitasnya tidak ikut-ikut, tapi ada juga yang membacakan itu sesuai dengan pesan yang ditulis template-nya,” ujarnya.

Sebagai informasi sejak pekan lalu, marak civitas academica perguruan tinggi–baik negeri maupun swasta–yang mengeluarkan maklumat mengkritik dugaan penyimpangan penyelenggaraan negara oleh pemerintahan Presiden Jokowi, dan gelaran Pemilu 2024.

Mereka yang terdiri dari guru besar dan dosen itu juga mengkritik demokrasi yang mengalami kemunduran. Dalam beberapa hari terakhir, petisi dan kritik itu semakin meluas dan disampaikan perguruan tinggi di sejumlah daerah.

Sementara itu, Kaporestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan anggotanya mendekati rektor dan pejabat teras kampus sebagai bagian program cooling system atau upaya menurunkan tensi politik menjelang pencoblosan Pemilu 2024. Tujuannya, kata dia, adalah agar Pemilu 2024 berjalan aman dan damai.

Dia mengatakan dalam program cooling system itu, anggota Polri diminta untuk menggalang suara para tokoh agama, tokoh masyarakat termasuk civitas academica kampus untuk mengajak masyarakat menyukseskan Pemilu.

“Jadi kami memang ada program ‘cooling system’ untuk Pemilu, menurunkan tensi politik di masyarakat supaya tidak ada konflik pertikaian permusuhan. Jajaran di lapangan tentunya bergerak meminta imbauan kepada tokoh-tokoh agama dan masyarakat termasuk civitas akademica pimpinan kampus. Imbauan ini kami kemas dalam bentuk video karena akan kami share ke media sosial,” jelas Irwan saat konferensi pers di Semarang, Selasa (6/2).

Irwan menambahkan gerakan cooling system itu pun dilakukan tanpa paksaan, yakni ketika ada yang keberatan maka polisi tak melanjutkan pendekatannya ke pihak terkait itu.

“Tidak ada paksaan di sini, kalau tidak berkenan, kita terima, dan memang ada yang menolak juga,” kata Irwan.

Irwan juga menegaskan bila aksi permintaan video imbauan Pemilu damai ini tidak untuk menandingi aksi petisi dari berbagai kampus.

“Ini program kita sudah berjalan sejak masa-masa Pemilu, jadi tidak ada kaitan dengan petisi yang dikeluarkan kampus, tidak ada itu narasi counter petisi kampus,” tegas Irwan.

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *