lJakarta, faktapers.id – Banyaknya diskriminasi dan kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT), seperti upah tidak dibayarkan, penganiayaan, mudah kena PHK kapanpun hingga pelecehan, membuat calon ketua PMKRI Raineldis Bero,. SH, prihatin. Sehingga dia meminta negara hadir untuk mendatangkan keadilan melalui produk hukum yang dapat melindungi PRT.
Tak hanya itu, ketimpangan relasi kuasa antara Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan pemberi kerja juga kerap berakhir menjadi kekerasan ekonomi maupun fisik pada pembantu rumah tangga. Dalam konteks internasional peraturan mengenai Pekerja Rumah Tangga (PRT) relatif baru. Pengakuan atas PRT baru sejak 16 Juni 2011 ketika konferensi Jenewa, dimana International Labour Organization (ILO) mengadopsi konvensi ILO Nomor 189 tentang Pekerja Rumah Tangga.
Calon Ketua PMKRI Raineldis Bero, SH mengatakan bahwa India adalah salah satu negara yang telah megadopsi Konvensi ILO, dengan disahkannya Unorganized Workers Social Security Act. Undang-Undang ini memberikan jaminan sosial bagi PRT seperti asuransi jiwa, tunjangan kesehatan dan kehamilan, hingga perlindungan hari tua.
“Sebagai seorang pekerja, semestinya PRT juga memiliki hak untuk menikmati pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta perlindungan atas pekerjaanya, termasuk cuti, upah, keamanan, dan juga kondisi pekerjaan yang layak,” tutur Neldis sapaan akrabnya di Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Sambungnya, ini yang diusahakan dalam Rancangan Undang – Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) di Indonesia. RUU ini diharapkan memberikan pengakuan atas kerja perawatan yang dilakukan PRT, mendorong pengurangan beban, resiko kerja PRT, dan memberikan perlindungan bagi PRT.
“RUU PPRT sangat penting untuk menjamin hak-hak PRT sebagai pekerja yang harus dilindungi negara.
Beberapa poin penting yang ada dalam RUU PPRT, meliputi:
1. Pasal 5 ayat (2) mengatur perjanjian kerja tertulis antara calon PRT dan pemberi kerja.
2. Pasal 11 menegaskan hak-hak PRT yang dilindungi negara, mencakup hak menjalankan ibadah, jam kerja yang manusiawi, hak atas cuti, upah, dan tunjangan, serta jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan.
3. Pasal 25 ayat (1) mewajibkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan PRT,” jelas Neldis.
Kilas Balik RUU PPRT RUU PPRT ini dirancang sejak tahun 2004 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, tidak sedikit pun mengesahkan RUU menjadi undang-undang namun RUU PPRT luput dari perhatian pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia walau Presiden Jokowi sudah memberikan atensi khusus terhadap RUU tersebut. Mangkraknya RRU PPRT ini selama kurang lebih 20 tahun (2004-2024) hingga saat ini belum sahkan menjadi undang-undang. UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, belum mengakomodir perlindungan PRT. Tinjauan terhadap PRT sebagai tenaga kerja, merujuk pada UU Ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri maupun untuk masyarakat. Dari pengertian tenaga kerja dalam UU Ketenagakerjaan terkait dengan pekerja menghasilkan jasa, identik dengan ranah kerja PRT yang memberikan jasa kepada pemberi kerja.
“Dalam perspektif UU No. 13 tentang Ketenagakerjaan, pekerja memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Sementara Dalam RUU PPRT, Negara menjamin hak-hak PRT seperti waktu kerja yang manusiawi, jaminan sosial dan kesehatan sementara. Perlindungan yang dijamin oleh RUU PPRT inilah yang dibutuhkan oleh pekerja rumah tangga di Indonesia,” kata Neldis.
Praktik Pihak Penyalur, Pemberi Kerja dan Dampak PRT di Kota Besar
Sebab dalam praktiknya, PRT melibatkan tiga pihak antara penyalur, pemberi kerja dan PRT sendiri. Selama belum ada aturan khusus tentang PRT, pihak penyalur leluasa memainkan perannya mulai dari pemberian informasi, perekrutan, upah dan kontrak antara PRT dengan pihak pemberi kerja.
“Menariknya di lapangan, jika pemberi kerja akan memberi upah kepada PRT maka dikirimkan terlebih dahulu kepada pihak penyalur lalu pihak penyalur memberikan kepada PRT. Sering kali pihak penyalur memotong upah PRT setiap bulan dan pemotongan lumayan besar, dengan dalih bahwa PRT harus memberikan kontribusi kepada pihak penyalur karena pihak penyalur telah memberikan pekerjaan,” terangnya.
Neldis menyampaikan, hal di atas menjadi lumrah, apalagi di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang dan kota-kota lainnya. Inilah celah yang dapat dilakukan oleh Pihak Penyalur dalam memainkan perannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan akan menjadi malapetaka bagi PRT, sebab mendapatkan kerugian yang cukup besar bahkan tak sedikit para PRT mengalami kekerasan. Dalam hal ini, sejak Januari-Mei 2024 Lembaga Pemberdayaan Perempuan Pengurus Pusat PMKRI telah menyelamatkan 13 orang PRT di Jakarta dan mereka adalah rata-rata perempuan. Pada titik inilah dibutuhkan peran pemerintah dalam melindungi PRT melalui sebuah regulasi.
“Data Kasus Kekerasan Terhadap PRT
Berdasarkan catatan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), terdapat 3308 kasus kekerasan PRT sepanjang 2021 sampai dengan Februari 2024. Sementara itu, sejak 2012 hingga 2022, kasus kekerasan terhadap PRT cenderung terus naik, data kompilasi kekerasan terhadap PRT yang dihimpun Komnas Perempuan selama 2005 hingga 2022 memaparkan telah terjadi sekitar 2.344 kasus kekerasan,” terangnya.
Kepastian Hukum dan Keberpihakan Negara terhadap PRT bagi PMKRI, Pekerja Rumah Tangga perlu dilindungi dan harus memperoleh atas hak-haknya.
“Untuk itu, peran negara seharusnya hadir untuk melindungi termasuk kepastian hukum dan keadilan bagi PRT dan pemberi kerja dalam hubungan kerja. Penundaan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT menjadi Undang-Undang akan berdampak pada jaminan perlindungan PRT. Apabila RUU PPRT tak kunjung disahkan menjadi undang-undang, maka patut dipertanyakan keseriusan Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai lembaga terhormat akan keberpihakannya kepada PRT sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Inilah pertimbangan, saran dan aspirasi kecil atas nama kemanusiaan,” pungkasnya.
(Her)