JawaSeni Budaya

Maknai Bulan Suro, Anggota DPRD Jateng Kadarwati Gelar Budaya Campursari

8
×

Maknai Bulan Suro, Anggota DPRD Jateng Kadarwati Gelar Budaya Campursari

Sebarkan artikel ini
Perayaan malam satu Suro ini menjadi tradisi yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Jawa yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam.dok.FP/Mahdi

Klaten, faktapers.id – Tradisi malam satu Suro merupakan bulan yang menjadi awal tahun baru dalam kalender Jawa. Perayaan malam satu Suro ini menjadi tradisi yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Jawa yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam.

Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, Kadarwati mengatakan, bulan Suro ini dianggap masyarakat suku Jawa sebagai bulan sakral. Berbagai macam acara diselenggarakan masyarakat Jawa dari berbagai daerah dengan kegiatan dan makna yang berbeda-beda.

“Sebagai orang Jawa di bulan Suro ini kita memperingati dan berharap kedepannya lebih baik, semua masyarakat sehat dan dalam satu wadah yaitu bersatu untuk kemakmuran serta kesejahteraan bangsa dengan membangkitkan kembali gending Jawa,” ujarnya, Selasa (9/7/2024).

Ia menjelaskan, gending Jawa dalam lantunannya memberikan dampak baik dalam kondisi jiwa dan hati yang hening. Untuk itu, seni budaya peninggalan nenek moyang ini perlu dibangkitkan kembali karena akan membuat hati masyarakat damai dan tenang.

“Orang yang biasanya gampang emosi, mudah marah dan mengandung kebencian apabila mendengarkan gending Jawa hatinya akan luluh oleh suara gending tersebut. Musik Jawa ini sebagai alat penyeimbang dan bisa mengontrol hati seseorang” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo menyampaikan kegiatan yang bertepatan dengan tahun baru Islam tersebut dengan tujuan untuk mengembalikan gairah seni dan budaya terhadap generasi muda.

“Harapannya untuk warga Klaten terutama diwilayah Trucuk ini untuk kembali mencintai seni. Malam ini dihadirkan musik campursari yang merupakan mix gamelan dan musik modern sebagai bentuk dan upaya nguri-uri budaya agar tak punah,” pungkasnya.

(Madi)*