Jakarta, faktapers.id – Menurut Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, peraturan tersebut akan berdampak buruk bagi generasi penerus, sebab menimbulkan anggapan pembolehan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja.
Adapun PP bersangkutan sudah sah ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 lalu. Netty memandang aneh kebijakan demikian, jika dilihat dari sisi moralitas muda-mudi bangsa ini.
“Pada pasal 103 ayat 4 disebutkan bahwa dalam hal pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja ada penyebutan penyediaan alat kontrasepsi. Aneh kalau anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?” kata Netty, dalam rilis yang diterima Pikiran-Rakyat.com, pada Minggu, 4 Agustus 2024.
Netty lantas mempertanyakan, narasi poin ‘Perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab’ pada anak sekolah dan usia remaja sebagaimana tercantum di dalam PP tersebut.
“Perlu dijelaskan apa maksud dan tujuan dilakukannya edukasi perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggungjawab. Apakah ini mengarah pada pembolehan seks sebelum nikah asal bertanggungjawab?” ujar Netty, menanyakan ke mana arah unsur aturan itu.
Pemerintah, imbuhnya, perlu lebih berhati-hati dalam membuat sebuah pasal. Salahs-salah, bunyinya bisa ditafsirkan secara liar dan tak terkendali di kalangan masyarakat.
Untuk itu, Netty meminta agar PP tersebut sebaiknya segera dibahas ulang dan direvisi, sehingga tak menimbulkan kekeliruan paham lebih luas lagi.
“Jangan sampai muncul anggapan bahwa PP tersebut mendukung seks bebas pada anak usia sekolah dan remaja asal aman dan bertanggung jawab,” kata Politisi Komisi IX DPR RI ini.
“Kami meminta pemerintah agar segera merevisi PP tersebut sehingga tidak menimbulkan keriuhan di akar rumput. Harus ada kejelasan soal edukasi seputar hubungan seksual yang mana tidak boleh terlepas dari nilai-nilai agama dan budaya yang dianut bangsa,” ucap dia, menandaskan.
Jakarta, faktapers.id – Dinilai berdampak buruk, DPR RI mengkritik PP Nomor 28 Tahun 2024 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, tentang kesehatan yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, mengatakan, peraturan tersebut akan berdampak buruk bagi generasi penerus, sebab menimbulkan anggapan pembolehan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja.
Mirisnya PP bersangkutan sudah sah ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 lalu. Netty memandang aneh kebijakan demikian, jika dilihat dari sisi moralitas muda-mudi bangsa ini.
“Pada pasal 103 ayat 4 disebutkan bahwa dalam hal pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja ada penyebutan penyediaan alat kontrasepsi. Aneh kalau anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?” tandas Netty, dalam rilis yang diterima Pikiran-Rakyat.com, pada Minggu, 4 Agustus 2024.
Bagi Netty mempertanyakan, narasi poin ‘Perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab’ pada anak sekolah dan usia remaja sebagaimana tercantum di dalam PP tersebut.
“Perlu dijelaskan apa maksud dan tujuan dilakukannya edukasi perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggungjawab. Apakah ini mengarah pada pembolehan seks sebelum nikah asal bertanggungjawab?” tanya Netty, mempertanyakan kemana arah unsur aturan itu.
Menurutnya Pemerintah, perlu lebih berhati-hati dalam membuat sebuah pasal. Salahs-salah, bunyinya bisa ditafsirkan secara liar dan tak terkendali di kalangan masyarakat.
Menyikapi itu, Netty meminta agar PP tersebut sebaiknya segera dibahas ulang dan direvisi, sehingga tak menimbulkan kekeliruan paham lebih luas lagi.
“Jangan sampai muncul anggapan bahwa PP tersebut mendukung seks bebas pada anak usia sekolah dan remaja asal aman dan bertanggung jawab,” kata Politisi Komisi IX DPR RI ini.
“Kami meminta pemerintah agar segera merevisi PP tersebut sehingga tidak menimbulkan keriuhan di akar rumput. Harus ada kejelasan soal edukasi seputar hubungan seksual yang mana tidak boleh terlepas dari nilai-nilai agama dan budaya yang dianut bangsa,” pungkasnya.
[]