Oleh : Hendra J Kede
Wakil Ketua Bidang Orhanisasi PWI Pusat / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI periode 2017-2022
Namanya Ninik Rahayu, pakai Doktor didepan namanya pula. Penulis sendiri merasa tidak pernah mendengar namanya pernah beririsan dengan pers, tiba-tiba jadi Ketua Dewan Pers. Pertanyaan pertama penulis ketika nama pengganti Ketua Dewan Pers Prof. Dr. Azyumardi Azra adalah Dr. Ninik Rahayu adalah siapa sih ini orang?
Banyak wartawan senior kenalan penulis yang bahkan mendengar namanya saja belum pernah. Entah apa kompetensinya memimpin Dewan Pers yang merupakan induk pilar keempat demokrasi di Indonesia itu.
Apalagi hampir semua insan pers setelah wafatnya Prof. Dr. Azyumardi Azra berfikir Wakil Ketua Dewan Perslah yang otomatis naik sebagai Ketua Dewan Pers, karena memang begitu Statuta Dewan Pers yang dipahami insan pers Indonesia.
Denger-denger dari senior yang ada di Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu seakan mencuri posisi Ketua Dewan Pers dari Agung Dharmajaya, Wakil Ketua Dewan Pers yang menurut statuta Dewan Pers otomatis menjadi Ketua Dewan Pers apabila Ketua berhalangan tetap yakni Prof Azyumardi Azra wafat.
Dengar-denger juga, Dr. Ninik Rahayu bersama kelompoknya mengubah Statuta Dewan Pers, bahwa Ketua Dewan Pers harus dari unsur masyarakat dan….
bisa ditebak… terpilihkah dia sebagai Ketua Dewan Pers. Ya, terpilih dengan merusak Statuta Dewan Pers.
Selama ini memang banyak yang tidak tahu terkait perubahan Statuta Dewan Pers dengan kasar ini. Padahal di UU Pers tidak ada ketentuan bahwa Ketua Dewan Pers harus dari tokoh masyarakat.
Yang jelas, dikemudian hari, Dr. Ninik Rahayu setelah menjabat Ketua Dewan Pers berpandangan punya wewenang mengusir dan menggembok kantor organisasi wartawan tertua di Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang berada di Gedung Dewan Pers, Lantai 4, Jln. Kebon Sirih 34, Jakarta Pusat.
Gedung yang dibangun dengan jerih payah loby senior PWI dimasa lampau, akhir 1970-an.
Tidak tanggung-tanggung gayanya mengusir itu. Surat pengusiran diterima PWI pusat hari Senin, 30 September 2024, sehari setelahnya, Selasa 1 Oktober 2024 sudah harus keluar.
Begitu bunyi surat Doktor Ninik Rahayu itu mengatasnamakan diri sebagai Ketua Dewan Pers diatas kop surat resmi Dewan Pers lengkap dengan nomor surat resmi Dewan Pers dan cap basah Dewan Pers pula yang diterima PWI saat sedang mengenang peristiwa G 30 S / PKI.
Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PWI yang mendapat pengesahan negara melalui Surat Keputusan Menkumham langsung menulis surat kepada Doktor Ninik Rahayu sang Ketua Dewan Pers yang merasa dirinya penguasa aset negara berupa Barang Milik Negara (BMN) itu. PWI Pusat mengundang Doktor Ninik Rahayu ke PWI Pusat untuk keperluan klarifikasi atas surat berkop Dewan Pers berbau bar-bar itu.
Bukan Doktor Ninik Rahayu yang datang hari Selasa, 1 Oktober 2024, ke kantor PWI Pusat untuk mengklarifikasi, namun yang datang segerombolan orang yang mengaku wartawan, diantaranya Dar Edi Yoga dan Edison, bersama puluhan pasukannya, kemudian menjelang mereka membubarkan diri terlihat datang juga wartawan senior Mara Sakti Siregar. Terlihat jelas wajah mereka semua di CCTV.
Mereka menggembok dengan rantai akses pintu masuk satu-satunya kantor PWI Pusat. Di pintu juga ditempel tulisan seolah-olah sebagai segel oleh orang diduga suruhan Zulmasyah alias Zulmansyah Sekedang dengan ancaman akan dipidana siapapun yang berani membuka.
Mereka menyatakan sebagai PWI KLB (baca : PWI KLB abal-abal) dan mereka menyatakan mendukung dan akan melaksanakan keputusan Dewan Pers yang mengusir PWI dari lt 4 Gedung Dewan Pers.
Entah sejak kapan Mara Sati Siregar, Dar Edy Yoga, Edison dan gerombolannya sebagai eksekutor Doktor Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers? Waduuuhhh…. belajar hukum dikit napa….?
Jadilan Pengurus PWI Pusat yang sedang menunggu Doktor Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers terkurung didalam, tak bisa ke kamar mandi, tak bisa wudhu untuk sholat, tidak bisa makan siang, tidak bisa mengapa-mengapa selain diam dan heran dengan kelakuan gerombolan yang mengaku wartawan tersebut.
Apalagi mengingat Marah Sakti Siregar dan Dar Edi Yoga sudah dicabut Kartu Tanda Angota PWI mereka beberapa waktu lalu melalui rapat pleno PWI Pusat dan sudah pula terbit Surat Keputusannya dan sudah di take down pula nama mereka dari website keanggotaan PWI, apa urusannya menggembok kantor PWI?
Untunglah Polisi dari Sektor Gambir yang dihubungi pengurus PWI Pusat sangat sigab dan menyaksikan proses untuk membukakan gembok rantai itu sehingga Ketua Umum PWI Pusat beserta jajaran yang sedang menunggu Doktor Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers dapat keluar untuk ke kamar mandi, wudhu guna keperluan sholat, dan makan siang setelah beberapa jam terkurung dikantornya sendiri. Mantaaappp Polri Sektor Gambir, Jakarta Pusat.
Bersambung….. (penggembokan oleh suruhan Dr. Ninik Rahayu)