Jakarta, faktapers.id – Pihak Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, yang terletak di Tangerang, Banten, tengah terperangkap dalam sorotan setelah sejumlah pejabatnya dicopot terkait dugaan pungutan liar (pungli) terhadap turis asal Cina yang hendak memasuki Indonesia. Tindakan tegas ini diambil setelah adanya laporan yang mengungkapkan adanya praktik pemerasan yang melibatkan petugas imigrasi terhadap warga negara Tiongkok yang tiba di bandara internasional tersebut.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Komjen (Purn) Agus Andrianto, mengonfirmasi bahwa para pejabat yang terlibat sudah dicopot dan saat ini tengah menjalani pemeriksaan internal. Agus menegaskan bahwa langkah selanjutnya adalah memberikan sanksi yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
“Sudah kami ganti dan mereka kami periksa internal. Kami akan menindak tegas sesuai dengan klasifikasi pertanggungjawaban masing-masing,” ujar Agus dalam keterangan resminya, Sabtu (1/2/2025).
Meski begitu, hingga saat ini identitas pejabat imigrasi yang dicopot belum diumumkan secara resmi. Pihak berwenang masih melanjutkan proses penyelidikan lebih lanjut.
Penyelidikan ini bermula setelah temuan surat yang diunggah oleh mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif, melalui akun media sosial X. Surat tersebut berasal dari Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok di Jakarta dan ditujukan kepada pihak berwenang Indonesia. Surat tertanggal 21 Januari 2025 ini menyebutkan bahwa sejumlah warga negara Cina menjadi korban pemerasan oleh petugas imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, yang dalam surat itu disebut sebagai Bandara Internasional Jakarta.
Surat tersebut mencatat bahwa kasus pemerasan ini berlangsung antara Februari 2024 hingga Januari 2025, dengan total 44 kasus yang terungkap. Dalam beberapa kasus, para korban dimintai uang dengan ancaman untuk ditahan atau dipersulit proses masuknya ke Indonesia. Bahkan, Kedutaan Besar Cina mencatat ada lebih dari 60 warga negara Cina yang terlibat dalam kasus pemerasan ini. Namun, banyak dari mereka memilih untuk tidak melapor karena khawatir dengan jadwal perjalanan mereka yang padat atau takut menghadapi pembalasan saat berkunjung ke Indonesia di masa depan.
Kedutaan Besar Cina juga mencantumkan rincian kasus-kasus yang terjadi, termasuk salah satunya yang melibatkan seorang petugas imigrasi dengan inisial DAS. Dalam kasus ini, seorang penumpang bernama Zhao Qiu yang tiba pada 20 Februari 2024 melalui penerbangan MF868, diperas dengan jumlah uang setara dengan Rp 1.600.000. Selain itu, ada 43 kasus pemerasan lainnya yang tercatat, di mana sejumlah uang juga dikembalikan kepada para korban.
Pihak Kedutaan Besar Cina mengungkapkan bahwa ini baru merupakan “puncak gunung es,” yang menunjukkan bahwa masih banyak lagi warga negara Cina yang mungkin menjadi korban, namun tidak melapor karena berbagai alasan.
Kasus ini menambah daftar panjang masalah terkait integritas dan profesionalisme di sektor imigrasi, yang berpotensi merusak citra Indonesia sebagai negara tujuan wisata internasional. Pihak berwenang diharapkan segera menuntaskan penyelidikan ini dengan tegas dan transparan guna menjaga kepercayaan publik serta mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan.
[]