Jakarta, faktapers.id – Ketua Forum Komunikasi Masyarakat (FORKAMAH), Roby Setiawan, S.H., M.H mengeluarkan pernyataan keras menanggapi kasus penyalahgunaan wewenang oleh oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait pembangunan pagar laut di perairan Bekasi. Ia menegaskan bahwa tindakan oknum BPN tersebut tidak boleh hanya dihukum dengan sanksi administratif, melainkan harus diproses secara hukum.
“Pemecatan tanpa proses hukum yang jelas tidak cukup untuk memberi efek jera. Kami mendesak pihak kepolisian, khususnya Polda Metro Jaya, untuk segera mengambil langkah hukum terhadap oknum-oknum BPN yang terlibat dalam pemalsuan sertifikat tanah dan mafia tanah yang meresahkan masyarakat,” ujar Ketua FORKAMAH dalam keterangan pers yang diterima oleh wartawan, Senin 24 Februari 2025.
Kasus ini bermula dari dugaan keterlibatan sejumlah oknum BPN dalam pemalsuan sertifikat tanah yang digunakan untuk mendukung proyek pembangunan pagar laut di kawasan perairan Kabupaten Bekasi. Tindakan ini, yang melibatkan mafia tanah, merugikan masyarakat dan menciptakan ketidakpastian hukum dalam pengelolaan lahan.
FORKAMAH menilai bahwa sanksi administratif yang diberikan kepada 6 pegawai BPN, yang terdiri dari 5 pegawai negeri sipil (PNS) dan 1 pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K), tidak cukup untuk mengatasi masalah mendasar dalam sistem pertanahan Indonesia. “Sanksi pemecatan yang telah dijatuhkan oleh Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, kepada oknum-oknum tersebut hanya merupakan langkah awal. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana penegakan hukum terhadap mafia tanah dan oknum BPN yang terlibat,” tegas Roby. .
Kasus pagar laut Bekasi ini semakin memperburuk citra sektor pertanahan di Indonesia. Masyarakat semakin skeptis terhadap kepastian hukum terkait kepemilikan tanah dan keberlanjutan proyek pembangunan. Mafia tanah, yang diduga memiliki jaringan luas dengan oknum BPN, terus beroperasi tanpa ada tindakan tegas yang membendung praktik ilegal ini.
Polisi Harus Segera Bertindak
Melihat semakin jelasnya keterlibatan oknum-oknum tersebut dalam pemalsuan dokumen, Ketua FORKAMAH menekankan bahwa tindakan hukum harus segera diambil oleh kepolisian. “Kami mendesak Polda Metro Jaya untuk segera melakukan pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut terhadap oknum-oknum BPN yang terlibat dalam kasus ini. Tidak hanya pemecatan, tetapi juga proses hukum yang jelas agar keadilan dapat ditegakkan,” ujar Roby.
Pernyataan tersebut disampaikan seiring dengan semakin meluasnya kekhawatiran masyarakat terkait praktik mafia tanah yang merajalela. Sebelumnya, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, telah mengeluarkan sanksi tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam kasus ini. Namun, masyarakat menilai bahwa pemecatan saja belum cukup untuk menyelesaikan akar masalah yang ada.
Penegakan Hukum yang Transparan dan Tegas
FORKAMAH dan berbagai organisasi masyarakat sipil lainnya mengingatkan bahwa masalah mafia tanah dan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan tanah harus segera diselesaikan secara menyeluruh. Penegakan hukum yang transparan dan tegas adalah langkah penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem pertanahan negara.
Dalam hal ini, Polda Metro Jaya diharapkan tidak hanya mengandalkan sanksi administratif dari instansi terkait, tetapi juga membawa para pelaku ke meja hijau untuk mendapatkan hukuman yang setimpal. “Ini bukan hanya soal kasus di Bekasi, tetapi juga merupakan sinyal bagi pihak berwenang bahwa mafia tanah harus dibasmi dan keadilan harus ditegakkan,” tegas Ketua FORKAMAH.
Tindak Lanjut yang Diharapkan
Sebagai langkah lanjut, ketua FORKAMAH mendesak pihak kepolisian untuk segera melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat, dalam proses penyelidikan kasus ini. Dengan keterlibatan yang transparan dan terbuka, diharapkan dapat terungkap siapa saja yang terlibat dalam praktik mafia tanah dan penyalahgunaan kewenangan di sektor pertanahan.
Dengan harapan agar kasus ini bisa diselesaikan secara hukum, masyarakat menantikan tindakan tegas dari pihak kepolisian untuk memastikan bahwa tidak ada ruang bagi oknum yang mencoba memanfaatkan posisi mereka untuk merugikan orang banyak. Ini adalah langkah penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap institusi negara, terutama dalam hal pengelolaan tanah yang seharusnya menjadi hak bagi seluruh warga negara.