Jakarta, faktapers.id – Kasus Agnez Monica versus Ari Bias, menjadi ‘batu sandungan’ keharmonisan antar sesama musisi tanah air Indonesia belakangan ini.
Ya, dunia musik nasional dinilai sedang mengalami ‘salah tafsir’ lantaran adanya anggapan ketidakpastian peraturan pada 5 (lima) pasal pada Undang Undang Hak Cipta sehingga terdapat kasus-kasus pencipta lagu melarang penyanyi tertentu menyanyikan lagu ciptaannya pada suatu pertunjukan.
Lima (5) pasal di UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 yang diajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi dan terdaftar dengan nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 pada 10 Maret 2025 oleh sebanyak 29 musisi yang tergabung dalam Gerakan Satu Visi adalah pasal 9 ayat (3), pasal 23 ayat (5), pasal 81, pasal 87 ayat (1), dan pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.
“Ibaratnya Jangan sampai dilapangan antara pemain bola dengan sesama pemain bola ini menjadi ribut,” papar penyanyi Judika pada konferensi pers di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu, (19/3/2023).
Ya, setelah mencermati dinamika kasus hak cipta ini, penulis memandang perlunya kejelasan terperinci dari pemerintah melalui peraturan perundangannya. Seperti siapa pihak yang harus mengajukan ijin penggunaan lagu (penyanyi atau penyelenggara acara), siapa yang harus membayar royalti, siapa kolektor royalti, hingga perencanaan adanya penerapan kasus pidana.
Karena untuk merajut cinta tidak bisa dipandang sebelah mata. Oleh karenanya pengungkapan kejelasan peraturan yang tepat, kekuatan kata-kata dalam kalimat bisa membuat cinta semakin erat.
Berangkat dari rasa cinta tanah air dan bangsa yang tumbuh secara tulus dan ikhlas membuat sang vokalis Band GIGI bernama lengkap Tubagus Armand Maulana, keturunan Suku Sunda Banten ini menginisiasi Gerakan Satu Visi demi keharmonisan dan keselarasan ekosistem musik Indonesia yang lebih baik.
“Jelas tidak ada dalam agenda kami untuk mendiamkan konflik antar profesi di dunia musik Indonesia. Kita kerja dan berjuang di industri yang sama, di jalan musik, semoga bisa bersatu seperti musik menyatukan banyak orang. Uji materiil UU adalah ikhtiar awal agar ke depannya tidak terjadi kesimpangsiuran,” papar sang ketua umum yang juga suami dari penyanyi Dewi Gita ini.
Menurutnya, pembenahan dan kejelasan peraturan pemerintah sangat diperlukan agar penyanyi dan pencipta lagu memiliki pegangan kepastian hukum dari pasal-pasal yang menimbulkan pertanyaan.
Agar hql tersebut tidak berlanjut, kehadiran pemerintah dan negara harus disegerakan agar interpretasi tak lagi bertarung dalam ruang perdebatan. Agar insan penyanyi, pencipta lagu dan karya mampu merajut harapan untuk masa depan musik Indonesia lebih gemilang.
(Her)