Jakarta, faktapers.id– Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan mengungkapkan kekhawatirannya terkait ancaman pembunuhan terhadap Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto yang beredar di media sosial, khususnya platform X. Narasi ancaman ini muncul pasca pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disetujui oleh DPR, yang menuai protes dari sejumlah warganet.
Menurut Iwan, ancaman semacam itu bisa menimbulkan dampak politik yang sangat besar. Ia menyebut bahwa ancaman terhadap kepala negara berpotensi mengganggu stabilitas politik Indonesia, bahkan dapat memicu kerusuhan jika dianggap serius. “Dampak politik ancaman pembunuhan presiden dapat sangat signifikan, dan apabila tidak segera diatasi, bisa memperburuk kondisi politik yang sudah penuh ketegangan,” ungkap Iwan, dalam wawancara dengan Antara, Sabtu (29/3).
Ancaman ini pertama kali muncul melalui akun X @paraworkz, yang menuliskan cuitan bernada ancaman, “someone could’ve pulled a jfk.. just saying tho ????” pada 26 Maret 2025. Cuitan tersebut disertai dengan video iring-iringan mobil Presiden Prabowo, merujuk pada pembunuhan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy yang terjadi pada tahun 1963.
Iwan menilai bahwa pihak berwenang perlu segera mengambil langkah hukum terhadap pelaku penyebaran ancaman ini. “Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 218 KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden, serta beberapa pasal lain yang mengatur tentang ujaran kebencian, penghasutan, dan ancaman kekerasan, seperti Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, serta Pasal 160 dan Pasal 369 KUHP,” terang Iwan.
Lebih lanjut, Iwan menegaskan bahwa langkah hukum tersebut penting untuk mencegah penyebaran narasi berbahaya ini agar tidak berkembang menjadi krisis politik yang lebih besar. Ia memperingatkan, jika dibiarkan, provokasi seperti ini bisa mengarah pada tindakan ekstrem yang membahayakan keselamatan dan ketertiban negara.
Adapun ancaman tersebut datang di tengah polemik terkait UU TNI yang disahkan oleh DPR pada tanggal 26 Maret 2025. Dalam UU ini, salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 47 yang memungkinkan prajurit TNI menduduki sejumlah jabatan strategis di lembaga pemerintahan, seperti BNPB, BNPP, BNPT, Bakamla, dan Kejagung. Sebagai informasi, berdasarkan data Mabes TNI per Februari 2025, sejumlah prajurit TNI sudah ditempatkan di berbagai lembaga tersebut.
Pengesahan UU TNI yang diwarnai protes ini mempertegas perbedaan pandangan di masyarakat terkait pengaruh militer dalam ranah politik, yang pada gilirannya menambah ketegangan sosial yang ada.
[]