JawaSpritual

KH Syamsuddin Asyrofi: Momen Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri 1446 H Sebagai Penguatan Kerukunan Antar Umat Beragama

9
×

KH Syamsuddin Asyrofi: Momen Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri 1446 H Sebagai Penguatan Kerukunan Antar Umat Beragama

Sebarkan artikel ini
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Klaten KH Syamsuddin Asyrofi (foto:ist).

Klaten, faktapers.id – Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Klaten KH Syamsuddin Asyrofi mengatakan bahwa adanya Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Çaka 1947 yang hampir bersamaan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025 M merupakan momen penting untuk penguatan kerukunan antar umat beragama di tanah air.

Hal itu disampaikan Syamsuddin Asyrofi berkenaan dengan akan datangnya hari raya Nyepi dan hari Raya Idul Fitri yang waktunya hampir bersamaan di tahun 2025 ini, di Klaten, Rabu 26 Maret 2025.

“Saya atas nama pribadi, keluarga, dan mewakili FKUB Kabupaten Klaten menyampaikan selamat memperingati Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu dan Selamat Merayakan hari Raya Idul Fitri bagi Umat Islam di Klaten dan seluruh masyarakat di tanah air,” katanya.

Hampir satu bulan, kata Syamsuddin, umat Islam sedang menjalankan Ibadah Puasa. Sementara umat Hindu akan merayakan Hari Raya Nyepi tanggal 29 Maret 2025, dan umat Islam tanggal 31 Maret 2025 merayakan Hari Raya Idul Fitri.

“Sejak memasuki bulan suci ramadhan kami mengajak dan meminta kerjasama seluruh umat beragama menjaga persaudaraan dan toleransi untuk mendukung kaum muslim yang sedang menjalankan ibadah puasanya agar lancar dan sukses hingga akhir,” katanya.

Ia menjelaskan, di bulan Maret ini merupakan bulan penuh dengan peristiwa rohani, yakni dimana saudara-saudara kaum muslim menjalankan ibadah puasa, umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi dan teman-teman umat Kristen juga memperingati hari Minggu Sengsara yakni hari-hari kehidupan terakhir Yesus Kristus menjelang peristiwa penyalipan menurut keyakinan umat Kristen.

“Oleh karena itu kami berharap peristiwa ini tidak saja menjadi peristiwa sejarah yang dirayakan setiap tahun, tetapi sungguh mewarnai setiap perilaku, cara berpikir, bertindak, berkata, dan bersikap,” katanya.

Syamsuddin berharap, semua umat beragama dapat memanfaatkan masa-masa ini untuk lebih memacu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan lebih baik, menjaga kerukunan, persaudaraan dan toleransi.

“Menjaga toleransi dimaknai sebagai sikap untuk saling menghormati dan menghargai atas perbedaan yang ada di antara umat manusia. Pelaksanaannya dilakukan oleh kedua belah pihak secara bersama-sama, umat yang berpuasa maupun umat yang tidak menjalankan ibadah puasa,” katanya.

Ia mengatakan toleransi juga dimaknai sebagai memberi kebebasan atau membiarkan orang lain mengungkapkan pendapatnya dan berlaku sabar dalam menghadapi orang lain. Perwujudan nilai toleransi dilakukan melalui dua sikap yaitu menghormati keyakinan lain tanpa berpretensi menyalahkan dan bekerjasama dalam bidang tertentu.

“Oleh karena itu jika keharmonisan tidak ditanamkan demi kesatuan bangsa, maka prinsip membangun persaudaraan dengan baik tidak akan tercapai , karena agama memiliki peranan yang dominan dalam menciptakan masyarakat berbudaya,” katanya.

Agama menurutnya, dapat dikatakan memainkan sebuah peran yang baik apabila mampu memberikan kepada pemeluknya suatu gambaran nilai-nilai luhur. Sebaliknya, jika agama memegang peran ke arah negatif, maka hal ini akan menyebabkan pemeluknya terkurung ke dalam pikiran yang sempit dan menimbulkan konflik keagamaan.

“Itulah sebabnya tidak sefaham bukan alasan untuk saling bermusuhan. Keragaman dalam suatu komunitas bisa memberikan energi positif apabila digunakan sebagai modal untuk bisa bersama membangun bangsa dalam hubungan yang saling memberi dan menerima,” ujarnya.

Namun terhadap sesuatu yang universal, seperti membangun kemaslahatan bersama, maka hal ini menjadi inti pokok ajaran Islam. Kehadiran agama Islam adalah untuk menebarkan kemaslahatan.

“Oleh sebab itu, kedatangan bulan Ramadan itu sarat dengan etika kesalehan sosial yang sangat tinggi. Setiap orang dituntut untuk melakukan pengendalian diri, disiplin, kesabaran, kejujuran serta menjunjung tinggi kerukunan umat. Selain itu, bulan Ramadan merupakan bulan yang erat dengan potret yang mengarah kepada eratnya keshalihan pribadi dengan keshalihan sosial antar umat beragama,” pungkasnya.

(Madi)