Jakarta, faktapers.id – Upaya penegakan hukum dalam isu narkotika kini mulai melibatkan pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk pertimbangan hak asasi manusia. Hal ini terlihat dalam pertemuan antara Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol Marthinus Hukom, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Natalius Pigai, yang digelar di kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah isu krusial dibahas, termasuk topik kontroversial seperti legalisasi ganja dan kratom. Keduanya kini menjadi perdebatan hangat, baik dari sisi hukum, medis, maupun moralitas bangsa.
Ganja dan Kratom Dikaitkan dengan HAM
Menurut Marthinus Hukom, pembahasan mengenai legalisasi dua tanaman tersebut penting untuk dilakukan secara terbuka dan menyeluruh. Ia menyebut bahwa isu ini tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum, tapi juga menyentuh sisi hak asasi manusia, terutama karena beberapa negara telah melegalkan ganja dan kratom untuk keperluan medis.
“Isu-isu seperti legalisasi ganja dan kratom menjadi penting karena ada kelompok masyarakat yang mengaitkannya dengan hak asasi manusia. Karena itu, saya ingin mendengar pandangan Pak Menteri dalam melihat persoalan ini dari kacamata HAM,” ujar Marthinus.
Meski demikian, Marthinus menekankan bahwa legalisasi bukan berarti membuka ruang seluas-luasnya bagi penyalahgunaan. Ia menyatakan bahwa BNN terus melakukan penelitian terhadap kedua tanaman tersebut sebagai bagian dari pendekatan ilmiah yang objektif.
“Kita tidak langsung membuka peluang, tetapi terus melakukan penelitian. Ini penting karena isu legalisasi ganja dan kratom hari ini sangat relevan dan menarik,” tambahnya.
Sikap Tegas Kemenkumham: Lindungi Moral dan Mental Bangsa
Menanggapi hal itu, Menteri HAM Natalius Pigai menegaskan bahwa kementeriannya menolak segala bentuk legalisasi yang berpotensi mengancam moralitas dan integritas bangsa. Ia menyebut bahwa kratom dan ganja harus dilihat tidak hanya dari sisi medis atau HAM, tetapi juga dampaknya terhadap ketahanan sosial dan budaya nasional.
“Posisi kami jelas. Segala hal yang mengancam integritas nasional, moralitas dan mentalitas bangsa, kami tolak. Tidak bisa ditawar-tawar,” tegas Pigai.
Ia menyebut bahwa saat ini ganja sudah secara tegas masuk dalam Narkotika Golongan I berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Dengan dasar hukum tersebut, Kemenkumham tidak akan memberikan ruang bagi legalisasi ganja.
“Kalau sudah ada aturan hukum yang menyatakan ganja adalah opium, termasuk narkotika golongan satu, ya kami ikut melarang. Tidak mungkin kami mengabaikan regulasi yang sudah ada,” tambahnya.
Menunggu Kejelasan Ilmiah Soal Kratom
Sementara itu, untuk tanaman kratom, Pigai menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu sikap resmi pemerintah, khususnya klasifikasi ilmiah dan hukum terkait kandungan serta dampaknya.
“Kami menunggu pemerintah secara tegas mengeluarkan regulasi. Apakah kratom masuk jenis opium? Golongan berapa? Karena hasil penelitian yang kami terima menyatakan bahwa kratom mengandung narkotika,” jelasnya.
Jika sudah ada ketetapan resmi dan berbasis sains, maka Kemenkumham menyatakan tidak akan ragu untuk ikut melarang penggunaan kratom secara legal.
“Kalau itu sudah jelas dan tegas, maka Kementerian HAM tidak akan ragu menyatakan pelarangan,” tandas Pigai.
HAM dan Revisi UU Narkotika
Meskipun bersikap tegas, Pigai menegaskan bahwa prinsip-prinsip HAM tetap menjadi acuan utama dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Narkotika. Ia berharap ke depan Indonesia dapat memiliki pendekatan yang seimbang antara penegakan hukum, kepentingan kesehatan publik, dan perlindungan hak warga negara.
“Nilai-nilai HAM akan tetap menjadi pijakan penting dalam revisi undang-undang. Tapi semua harus dibarengi dengan tanggung jawab moral terhadap bangsa ini,” pungkasnya.
[]