Jakarta, faktapers.id – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengkaji kebijakan penting yang bisa mengubah pola kepemilikan kendaraan di ibu kota: penghapusan pajak progresif kendaraan bermotor. Langkah ini bukan semata untuk meringankan beban pajak warga, tetapi lebih pada upaya menertibkan data kepemilikan kendaraan yang selama ini kerap dimanipulasi.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni, menyatakan bahwa penghapusan pajak progresif sedang dipertimbangkan demi memperbaiki sistem administrasi kendaraan dan meningkatkan akurasi data.
“Pajak progresif dipertimbangkan untuk dihapus agar nama yang tercatat sebagai pemilik kendaraan adalah benar-benar pemilik aslinya. Ini juga bagian dari penegakan hukum dan administrasi yang lebih tertib,” ujar Fatoni seperti dikutip dari situs resmi Korlantas Polri.
Saat ini, kebijakan pajak progresif di Jakarta mengacu pada Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2024 yang mulai berlaku Januari 2025. Dalam aturan tersebut, tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) ditetapkan naik secara bertahap sesuai jumlah kepemilikan:
2% untuk kendaraan pertama
3% untuk kendaraan kedua
4% untuk kendaraan ketiga
5% untuk kendaraan keempat
6% untuk kendaraan kelima dan seterusnya.
Ketentuan ini berlaku bagi kendaraan atas nama pribadi yang memiliki kesamaan nama, NIK, dan/atau alamat. Sementara itu, kendaraan yang digunakan untuk kepentingan umum seperti ambulans, angkutan sekolah, atau milik lembaga sosial hanya dikenakan tarif 0,5%. Untuk kendaraan atas nama badan atau perusahaan dikenakan tarif tetap 2% tanpa progresif.
Karena tingginya tarif progresif, banyak pemilik kendaraan lebih dari satu mencari celah untuk menghindari beban pajak. Salah satu caranya adalah dengan mendaftarkan kendaraan atas nama perusahaan, atau bahkan meminjam identitas orang lain.
Dengan potensi penghapusan pajak progresif ini, Pemprov DKI berharap bisa menutup celah penyalahgunaan data dan mendorong warga untuk lebih jujur dalam mendata kepemilikan kendaraan mereka.
[]