Hukum & KriminalJabodetabek

Intelijen Tak Akurat, Warga Jadi Korban Salah Tangkap dalam Operasi Polres Jakbar

14
×

Intelijen Tak Akurat, Warga Jadi Korban Salah Tangkap dalam Operasi Polres Jakbar

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Kecerobohan dalam proses intelijen kembali mencoreng wajah kepolisian. Seorang anggota Karang Taruna Jakarta Barat bernama Topik menjadi korban salah tangkap dalam Operasi Berantas Jaya 2025 yang digelar Polres Metro Jakarta Barat, Selasa (13/5/2025). Ia diamankan saat tengah menjaga parkir motor di kawasan Lippo Puri, meski mengenakan kaos Karang Taruna yang jelas menunjukkan identitas komunitas sosialnya.

Penangkapan ini dinilai sebagai bukti nyata lemahnya proses identifikasi lapangan yang seharusnya menjadi tanggung jawab intelijen. Operasi yang diklaim untuk memberantas premanisme justru berujung pada kriminalisasi warga yang menjalankan aktivitas sosial.

“Ada anggota Karang Taruna dibawa ke Polres. Pas ditangkap, dia pakai kaos Karang Taruna,” ujar Yanto, tokoh pemuda setempat, dengan nada geram.

Menurut Yanto, kegiatan menjaga parkir yang dilakukan Karang Taruna merupakan bentuk pengabdian sosial karena pihak pengelola Lippo Puri tidak menyediakan lahan parkir motor untuk karyawan. Aktivitas tersebut sudah lama berjalan dan dilakukan secara terbuka tanpa ada unsur paksaan atau pungutan liar.

“Kami bukan preman. Kami bantu atur parkir karena ada kebutuhan. Ini bukan pemalakan, ini cari makan halal,” tegasnya.

Yang lebih ironis, titik-titik yang selama ini dikeluhkan masyarakat karena marak pungli justru tak tersentuh aparat. Area parkir liar di sekitar Superindo Jamson, Kalideres, dan Cengkareng masih dibiarkan beroperasi bebas. Bahkan, di depan Mapolres Metro Jakarta Barat sendiri, mobil-mobil yang parkir sembarangan kerap luput dari tindakan.

“Yang dekat markas malah nggak pernah dirazia. Mobil-mobil parkir seenaknya lebih dari setengah jam, tapi dibiarkan. Jangan-jangan karena itu mobil anggota atau orang penting?” kata seorang warga.

Warga lainnya mempertanyakan standar ganda dalam penegakan hukum. Mereka menilai operasi seperti ini harus diawali dengan pemetaan yang akurat dan sensitif terhadap konteks sosial setempat—fungsi yang semestinya dijalankan oleh satuan intelijen.

“Kalau intel kerja benar, mestinya bisa bedakan mana preman, mana relawan Karang Taruna. Masak yang pakai seragam resmi malah disikat?” kata warga yang enggan disebut namanya.

Kasus salah tangkap ini memperlihatkan bahwa pendekatan serampangan dalam operasi hanya akan melukai kepercayaan publik terhadap aparat. Masyarakat kini menuntut evaluasi total terhadap Operasi Berantas Jaya dan pemulihan nama baik Karang Taruna yang telah tercoreng oleh kesalahan aparat.

[]