Hukum & Kriminal

Budi Arie Disorot dalam Skandal Perlindungan 1.000 Situs Judi Online: Dugaan “Jatah 50 Persen” Menguat

74
×

Budi Arie Disorot dalam Skandal Perlindungan 1.000 Situs Judi Online: Dugaan “Jatah 50 Persen” Menguat

Sebarkan artikel ini
mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi

Jakarta, faktapers.id  – Skandal besar mengguncang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menyusul terungkapnya dugaan perlindungan terhadap 1.000 situs judi online yang sengaja tidak diblokir. Nama mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, kini mencuat sebagai figur sentral dalam pusaran dugaan korupsi berjemaah di tubuh kementerian tersebut.

Dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 14 Mei 2025, empat terdakwa utama – Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus – didakwa atas praktik suap untuk membuka blokir situs judi online. Mereka merupakan bagian dari total 15 tersangka yang ditangkap, dengan 11 di antaranya diketahui masih aktif sebagai pegawai Kominfo, kini berada di bawah Direktorat Komunikasi Digital (Komdigi).

Fakta mengejutkan muncul dari hasil investigasi, yang mengungkap bahwa dari target 5.000 situs yang seharusnya diblokir, hanya 4.000 yang benar-benar ditindak. Sebanyak 1.000 situs lainnya diduga “diamankan” agar tetap bisa beroperasi, dengan bayaran suap yang ditengarai mencapai miliaran rupiah.

Sumber internal menyebutkan adanya aliran “jatah 50 persen” dari uang suap tersebut ke kantong Budi Arie, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kominfo. Meski belum ada dakwaan resmi terhadapnya, spekulasi publik kian menguat usai Budi Arie merespons kabar keterlibatannya dengan dua emoji senyum di media sosial—tanggapan yang justru memperkeruh situasi dan dianggap melecehkan proses hukum serta keadilan publik.

Respons dingin Budi Arie itu pun memicu gelombang kecaman dari berbagai kalangan. Banyak pihak menilai sikap tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap integritas jabatan publik dan wujud arogansi terhadap upaya pemberantasan korupsi.

“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi penghinaan terhadap kepercayaan publik,” ujar salah satu pegiat antikorupsi.

Skandal ini tak hanya mempermalukan institusi negara, tapi juga membuka kembali luka lama terkait budaya korupsi yang masih mengakar dalam birokrasi pemerintahan. Publik kini menanti langkah tegas aparat penegak hukum: akankah kasus ini benar-benar diusut hingga ke akar, atau kembali berujung pada tumbalnya anak buah?

[]