Modus baru praktik pungutan liar terbongkar dalam Operasi Pekat Krakatau 2025. Kepolisian Daerah (Polda) Lampung menemukan para pelaku premanisme menggunakan badan hukum seperti PT dan CV untuk menyamarkan aksi pemalakan di jalanan sebagai kegiatan legal.
Lampung, faktapers.id – Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika mengungkapkan, para pelaku seolah-olah menjalankan kerja sama resmi dengan pengusaha transportasi, padahal tidak ada kontribusi nyata untuk perbaikan atau pemeliharaan jalan yang dijadikan lokasi pungli.
“Modus seperti ini membuat praktik pungli seolah legal, padahal badan hukum itu hanya dijadikan tameng,” kata Helmy saat konferensi pers di Mapolda Lampung, Senin (20/5).
Penelusuran yang dilakukan jajaran Ditreskrimum Polda Lampung di Lampung Utara mengungkap bahwa para pelaku membentuk PT atau CV sebagai kedok legalitas. Dengan badan hukum tersebut, mereka melakukan pungutan terhadap sopir angkutan barang di sejumlah titik rawan.
“Setelah kami telusuri, tidak ada satu pun dana dari pungutan tersebut yang digunakan untuk kepentingan infrastruktur. Maka itu tetap dikategorikan sebagai pungli,” tegasnya.
Kapolda juga menyoroti tingginya lalu lintas kendaraan berat di jalur Lampung, terutama yang mengangkut hasil pertanian dan tambang. Selain rawan pungli, jalur ini juga sering dilalui kendaraan ODOL (Over Dimension Over Load) yang memperparah kerusakan jalan.
“Jalan lintas tengah Lampung merupakan jalan nasional kelas 3 dengan batas maksimal tonase 8 ton. Tapi banyak kendaraan yang melampaui batas itu. Kami tidak segan menghentikan dan memutar balik kendaraan ODOL,” ujar Helmy.
Selama Operasi Pekat Krakatau 2025, Polda Lampung berhasil mengamankan 399 orang yang terlibat kasus premanisme dan pungli. Sebanyak 121 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, dan sisanya menjalani pembinaan.
“Operasi ini memang telah berakhir, namun kami tetap akan melanjutkan upaya penegakan hukum melalui Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan (KRYD),” pungkasnya.
[]