Hukum & KriminalJabodetabek

Warga Tegal Alur Hampir Jadi Korban Mafia Tanah, Gugatannya Dicabut, Kini Lapor Balik

45
×

Warga Tegal Alur Hampir Jadi Korban Mafia Tanah, Gugatannya Dicabut, Kini Lapor Balik

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Seorang warga Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, H. Japar Ali Yugo, hampir menjadi korban praktik mafia tanah setelah digugat oleh seorang wanita bernama Oey Giok Lan alias Lenna yang mengklaim sebagai pemilik tanah seluas 162,5 hektare di Jl Toram Baru, Kelurahan Tegal Alur.

Dalam gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Lenna menuntut ganti rugi kepada H. Japar sebesar Rp 2 juta per bulan sejak 2008, serta denda Rp 1 juta per hari terhitung mulai 1 Mei 2025. Namun secara mengejutkan, kuasa hukum penggugat mencabut gugatan pada sidang perdana.

Padahal, menurut warga dan catatan resmi, tanah tersebut merupakan aset Perumda Pembangunan Sarana Jaya, yang telah lama dibiarkan terbengkalai tanpa papan penanda kepemilikan. Hal ini diduga membuka peluang bagi kelompok mafia tanah untuk mengklaim dan memperkarakan aset tersebut.

 

Sejarah Panjang Lahan Perkavlingan Tegal Alur

Lahan tersebut merupakan bagian dari proyek penataan permukiman yang berawal dari era Presiden Soekarno, sebagai bagian dari visinya menjadikan Jakarta kota metropolitan modern. Dalam prosesnya, Badan Penyelesaian Policy Tomang (BPPT) dibentuk tahun 1966 untuk mengatur relokasi masyarakat korban proyek penataan.

Perumda Sarana Jaya melalui proyeknya saat itu, memperoleh lahan eks HGU No. 1 Kamal seluas ±120 Ha di Tegal Alur, yang dikenal dengan perkavlingan Tegal Alur. Tanah tersebut diperuntukkan sebagai lahan pemukiman dan fasilitas umum seperti pasar, rumah ibadah, dan lapangan olahraga – termasuk lapangan bola Toram yang kini turut disengketakan.

H. Japar Lapor Balik Penggugat ke Polisi

H. Japar yang telah menjaga lahan itu sejak tahun 2006 mengaku kecewa dan merasa nama baiknya tercemar akibat gugatan tersebut. Ia pun melalui kuasa hukumnya, Tuti Susilawati, S.H., M.H., C.Me, melaporkan balik Lenna ke Polres Metro Jakarta Barat atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah.

“Kami sudah melaporkan balik penggugat dengan nomor laporan: LP/B/681/V/2025/SPKT/Polres Metro Jakarta Barat/Polda Metro Jaya,” ujar Tuti, Selasa (3/6/2025).

Menurut Tuti, kliennya tidak pernah mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya. Bahkan, H. Japar siap meninggalkan lahan jika memang diminta oleh pemilik sah. “Namun, yang terjadi justru beliau digugat secara sepihak oleh pihak yang tidak punya bukti kepemilikan yang kuat,” ungkapnya.

Kuasa hukum H. Japar juga meminta PT Sarana Jaya sebagai pemilik resmi lahan untuk menunjukkan sikap tegas agar tidak muncul kembali konflik serupa. “Kami mohon agar Sarana Jaya memasang plang atau tanda batas lahan agar tidak terjadi simpang siur,” ujarnya.

Tuti menambahkan, keberadaan mafia tanah menjadi ancaman nyata jika aset milik negara tidak dikelola dan diamankan dengan baik. “Kalau dibiarkan, akan ada korban-korban lain seperti Pak Haji Japar yang kini sudah berusia 80 tahun,” pungkasnya.

[]