Infotainmen

“Sampai Jumpa, Selamat Tinggal” Resmi Tayang: Mengupas Realita Pahitnya Cinta dan Pentingnya Sahabat Sejati

41
×

“Sampai Jumpa, Selamat Tinggal” Resmi Tayang: Mengupas Realita Pahitnya Cinta dan Pentingnya Sahabat Sejati

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Film drama romantis “Sampai Jumpa, Selamat Tinggal” karya penulis dan sutradara Adrianto Dewo resmi tayang hari ini di seluruh bioskop Indonesia. Film garapan rumah produksi Adhya Pictures dan Relate Films ini bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan sebuah cermin kompleksitas hubungan percintaan anak muda masa kini, mulai dari ghosting, kebutuhan closure, hingga hubungan toxic dan peran support system yang tak tergantikan.

Film ini menyoroti perjalanan Wyn (Putri Marino) yang di-ghosting oleh pacarnya, Dani (Jourdy Pranata). Demi mendapatkan kejelasan, Wyn nekat menyusul Dani ke Korea Selatan, di mana ia bertemu Rey (Jerome Kurnia), seorang pekerja migran Indonesia yang kemudian membantunya. Pencarian ini membawa mereka pada serangkaian peristiwa tak terduga, mengungkap berbagai dinamika hubungan yang sangat dekat dengan realitas banyak orang.

“Ghosting” dan Luka Tak Terjawab: Pengalaman Wyn yang Begitu Nyata Fenomena ghosting menjadi benang merah utama dalam film ini. Putri Marino merasakan betul kedalaman luka yang ditinggalkan oleh Dani pada karakter Wyn. “Ghosting itu enggak sehat, karena meninggalkan seseorang tanpa penjelasan itu bisa menyisakan luka yang dalam. Kita jadi terus bertanya-tanya, ‘Aku salah apa?’

Pengalaman Wyn dalam film mencerminkan perasaan banyak orang yang pernah mengalami ghosting, ditinggalkan tanpa alasan yang jelas, dan harus memikul sendiri beban pertanyaan yang tak pernah dijawab,” jelas Putri.
Pentingnya “Closure”: Akhiri dengan Jelas, Bukan Menghilang
Jourdy Pranata, pemeran Dani, menekankan betapa krusialnya closure dalam mengakhiri sebuah hubungan. Menurutnya, closure adalah bentuk penghormatan terakhir. “Semua orang berhak mendapatkan closure dari sebuah hubungan. Itu bentuk tanggung jawab kita ke seseorang. Dalam film, Dani tidak memberikan closure kepada Wyn. Ia pergi tanpa kata-kata, tanpa penjelasan, dan meninggalkan luka yang membuat Wyn harus menempuh perjalanan jauh demi mendapatkan sebuah ‘kenapa.’ Closure, meski kadang menyakitkan, adalah penutup yang paling sehat bagi dua hati yang pernah saling mencintai,” kata Jourdy.

“Loneliness”: Ketika Kehilangan Mengubah Arah Hidup
Namun, luka cinta tak hanya datang dari ghosting atau akhir yang tak jelas. Jerome Kurnia menyoroti rasa kehilangan yang bisa mengubah arah hidup seseorang melalui karakternya, Rey, dan juga Vanya (Lutesha).

“Kesepian itu bisa bikin kita berubah secara drastis. Ketika kehilangan seseorang yang berarti, kita bisa kehilangan arah juga. Rey dan Vanya dalam film digambarkan sebagai dua orang yang kehilangan segalanya. Mereka merasa kosong, hampa, dan akhirnya mencari pelarian, salah satunya melalui alkohol. Film ini memperlihatkan bahwa kehilangan cinta bukan hanya soal putus cinta, tapi juga bisa berdampak besar pada cara seseorang menjalani hidup,” jelas Jerome.

“Toxic Relationship”: Cinta yang Menyakitkan tapi Sulit Dilepaskan
Lutesha, pemeran Vanya, mengangkat isu toxic relationship yang seringkali dipertahankan meski melelahkan. “Toxic relationship tuh melelahkan, tapi kadang kita tetap bertahan karena terbiasa. Padahal saling nyakitin terus. Hubungan Wyn dan Dani adalah gambaran hubungan yang tidak berjalan sehat. Mereka sudah lama bersama, tapi banyak konflik dan luka yang dibiarkan begitu saja. Film ini ingin mengajak penonton untuk merenung: apakah cinta yang terus menyakitkan masih layak dipertahankan?” ujar Lutesha.

“Support System”: Dalam Hidup Kita Butuh Orang Seperti Anto
Di tengah kerumitan hubungan, kehadiran sahabat menjadi penyeimbang. Kiki Narendra, yang memerankan Anto, hadir sebagai sosok teman yang suportif dan pendengar yang baik. “Teman itu ibarat orang luar yang membantu kita menilai keputusan percintaan dengan tidak bias. Mereka juga yang kasih kita perspektif logis saat kita sedang tidak bisa berpikiran rasional. Kehadiran sahabat seperti Anto menunjukkan bahwa cinta tidak hanya datang dari pasangan, tapi juga dari persahabatan yang tulus dan suportif,” jelas Kiki.

“Sampai Jumpa, Selamat Tinggal” menawarkan lebih dari sekadar romansa; ia adalah undangan untuk merefleksikan dinamika hubungan, menghadapi luka, dan menemukan kekuatan untuk move on. Bagi kamu yang pernah merasa ditinggalkan, hampa, atau terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, film ini bisa menjadi cermin sekaligus pengingat yang berharga.

(Igo)