JawaSpritual

Haul Agung Simbah Kyai Abdul Qohar: Napak Tilas Jejak Spiritual Sang Ulama di Dukuh Ngruweng

264
×

Haul Agung Simbah Kyai Abdul Qohar: Napak Tilas Jejak Spiritual Sang Ulama di Dukuh Ngruweng

Sebarkan artikel ini
Peringatan haul tahun ini diwarnai dengan kirab budaya yang dimulai dari Pendopo Balai Desa Wiro menuju Makam Kyai Abdul Qohar, menampilkan kekayaan tradisi dan nilai spiritual yang telah mengakar selama berabad-abad.

Klaten, faktapers.id – Ribuan masyarakat memadati acara Haul Agung Simbah Kyai Haji Abdul Qohar yang digelar di Dukuh Ngruweng, Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Minggu (15/6/2025). Peringatan haul tahun ini diwarnai dengan kirab budaya yang dimulai dari Pendopo Balai Desa Wiro menuju Makam Kyai Abdul Qohar, menampilkan kekayaan tradisi dan nilai spiritual yang telah mengakar selama berabad-abad.

Peserta kirab terdiri dari prajurit Saralathi, bregada musik abdi dalem Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, hingga rombongan Sekar Paringan Dalem dari SISKS Pakoe Boewono XIII. Tak ketinggalan gunungan hasil bumi dari warga Desa Wiro serta iring-iringan warga dengan penuh khidmat turut serta dalam prosesi tersebut.

Ketua Panitia Haul, Supono menjelaskan bahwa haul Simbah Kyai Haji Abdul Qohar dibagi dalam tiga tingkatan: haul biasa, haul agung, dan haul akbar. Dalam haul agung kali ini, turut dikirabkan ageman atau kain langse pemberian Kraton Surakarta.

Kemudian ada bunga atau sekar, hasil bumi masyarakat, serta nasi bungkus sebagai simbol sedekah dan keberkahan. Malam harinya, akan digelar pengajian dan doa tahlil, dengan pembagian sekitar 1000 nasi bungkus kepada jamaah yang hadir.

Napak Tilas Sejarah Sang Ulama

Simbah Kyai Haji Abdul Qohar bukan sekadar tokoh agama biasa. Beliau dikenal sebagai guru spiritual bagi para raja Mataram Surakarta, mulai dari Pakoe Boewono IV hingga Pakoe Boewono IX. Meski berasal dari lingkungan bangsawan dan spiritualis keraton, beliau memilih hidup sederhana dan menyepi di Dukuh Ngruweng sebuah kawasan tandus kala itu, namun memiliki mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat sekitar.

Ngruweng sendiri dulunya merupakan tanah mutihan, yakni tanah milik Kraton yang bebas pajak kepada negara. Namun sejak tahun 1962, status tanah tersebut dikembalikan kepada negara dan kini menjadi lahan milik masyarakat yang taat membayar pajak.

Silsilah Kyai Abdul Qohar juga menarik perhatian. Ia merupakan putra dari Tumenggung Guno Tengoro, seorang tokoh terpandang dari Kraton Yogyakarta. Jika ditarik lebih jauh ke atas, beliau merupakan keturunan ke-9 dari Sunan Pandanaran, salah satu tokoh penyebar Islam di tanah Jawa.

Kehidupan spiritual Kyai Abdul Qohar yang penuh dengan laku prihatin dan pengabdian kepada masyarakat membuatnya dihormati tidak hanya sebagai ulama, tetapi juga sebagai tokoh yang meninggalkan warisan nilai-nilai kebajikan yang terus hidup hingga kini. Haul agung ini bukan sekadar peringatan, tapi juga bentuk penghormatan dan refleksi spiritual atas perjuangan dan warisan beliau.

Melalui peringatan ini, masyarakat berharap agar generasi penerus, khususnya keturunan Kyai Abdul Qohar, dapat melanjutkan perjuangan beliau dalam menegakkan nilai keislaman, kebudayaan, dan kemanusiaan di tengah kehidupan modern yang semakin kompleks.

(Madi)