Jakarta, faktapers.id— Kasus korupsi tata kelola minyak dan produk kilang yang membelit PT Pertamina dan sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kini memasuki babak baru. Kejaksaan Agung Republik Indonesia secara resmi menetapkan sembilan orang tersangka tambahan dalam perkara bernilai triliunan rupiah tersebut, menyusul penyelidikan maraton yang dilakukan sejak awal tahun.
Dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (10/7), Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa sembilan orang itu diduga terlibat dalam penyimpangan sistematis selama periode 2018 hingga 2023, yang menyebabkan kerugian besar bagi negara dan perekonomian nasional.
> “Dari hasil penyelidikan yang dilakukan secara intensif, telah diperoleh bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka baru,” ungkap Qohar.
Para tersangka merupakan jajaran elite Pertamina dan perusahaan mitra, di antaranya:
AN (mantan VP Supply & Distribution Pertamina, 2011–2015),
HB (mantan Direktur Pemasaran & Tata Niaga, 2014),
TN (VP Integrated Supply Chain, 2017–2018),
DS (VP Crude & Product Trading ESC, 2019–2020),
AS (Direktur Gas & New Business Pertamina International Shipping),
HW (mantan SVP Integrated Supply Chain, 2018–2020),
MH (Business Development Manager PT Trafigura, 2019–2021),
IP (Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi),
MRC (Beneficial Owner PT Taikimra dan PT Orbit Terminal Merak).
Pelanggaran yang dilakukan para tersangka mencakup berbagai aspek strategis sektor migas, mulai dari:
perencanaan dan pengadaan ekspor serta impor minyak mentah,
pengadaan BBM,
penyewaan kapal dan terminal BBM,
kompensasi produk Pertalite,
hingga penjualan solar non-subsidi ke pihak swasta dan BUMN di bawah harga dasar.
> “Mereka telah melakukan penyimpangan yang jelas bertentangan dengan prinsip tata kelola perusahaan dan peraturan hukum yang berlaku,” tegas Qohar.
Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian besar yang bukan hanya bersifat finansial, tetapi juga berdampak sistemik terhadap stabilitas sektor energi nasional.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejaksaan Agung memastikan bahwa penyidikan akan terus berlanjut untuk mengungkap aktor-aktor lain dalam skema korupsi ini. Tak tertutup kemungkinan akan ada gelombang penetapan tersangka baru.
Kasus ini sekaligus menjadi alarm keras bagi dunia usaha dan BUMN strategis lainnya bahwa tata kelola yang buruk bukan hanya mempermalukan institusi, tapi juga mengancam ketahanan ekonomi bangsa.
[]