Klaten, faktapers.id – Anggota DPRD Kabupaten Klaten dari Fraksi Partai Golkar, Adiati Mustikaningsih, menyoroti persoalan serius yang muncul akibat kebijakan nasional terkait pemutakhiran data kesejahteraan sosial. Dampaknya, sekitar 32.000 warga Klaten mendadak kehilangan akses terhadap layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Dalam agenda reses yang digelar di Desa Jonggrangan, Kecamatan Klaten Utara, Adiati mengungkap bahwa kebijakan Kementerian Sosial yang menggantikan sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan Data Terpadu Sosial Nasional (DTSN) berdampak signifikan terhadap validitas kepesertaan KIS yang ditanggung oleh pemerintah.
“Banyak warga yang tiba-tiba kaget KIS-nya tidak bisa digunakan untuk berobat. Setelah kami telusuri, ini akibat perpindahan sistem data dari DTKS ke DTSN. Di Klaten, tercatat sekitar 32.000 data warga terdampak,” ujar Adiati di hadapan konstituen, Minggu (27/7/2025) malam.
Sebagai anggota Komisi IV yang membidangi urusan sosial, Adiati mengaku terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan BPJS Kesehatan untuk mengupayakan reaktivasi kepesertaan KIS warga terdampak. Hingga saat ini, sekitar 11.000 dari 32.000 data telah berhasil diaktifkan kembali.
“Kami berusaha semaksimal mungkin agar seluruh peserta bisa aktif kembali. Alhamdulillah, progresnya cukup baik. Harapannya, dalam waktu dekat, semua warga bisa kembali mengakses layanan kesehatan dengan tenang,” tambahnya.
Adiati juga mengimbau warga untuk tidak panik dan aktif mencari informasi melalui perangkat desa atau kelurahan jika mengalami masalah serupa. Ia menegaskan bahwa kuota KIS untuk Kabupaten Klaten sendiri masih aman, namun penyesuaian data akibat sistem baru memerlukan waktu dan keterlibatan lintas sektor.
Selain menyoroti isu kesehatan, dalam reses tersebut Adiati juga menerima berbagai aspirasi masyarakat mulai dari perbaikan infrastruktur jalan, permintaan bantuan sarana prasarana gedung, hingga kebutuhan sound system dan kursi untuk kegiatan masyarakat.
“Kami ingin semua masukan masyarakat bisa kami tampung dan kawal hingga ke tingkat kebijakan. Tapi yang paling mendesak saat ini adalah akses kesehatan karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat banyak,” pungkasnya.
(Madi)