JawaHukum & Kriminal

Polisi DIY Tangkap “Pemain Judi Online” Usai Dilaporkan Bandar, Publik Bingung

109
×

Polisi DIY Tangkap “Pemain Judi Online” Usai Dilaporkan Bandar, Publik Bingung

Sebarkan artikel ini

Yogyakarta, faktapers.id — Kepolisian Daerah (Polda) DIY membuat gebrakan yang membingungkan publik setelah berhasil menangkap sebuah komplotan yang diduga “pemain judi online” kelas kakap. Kejanggalan muncul karena polisi menyebut penangkapan ini berdasarkan laporan dari “bandar” judi online yang merasa dirugikan.

Penangkapan tujuh orang yang diduga anggota komplotan ini dilakukan pada Rabu dini hari, 6 Agustus 2025, di sebuah rumah kontrakan di Sleman. Kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada 10 Juli 2025, yang ditindaklanjuti oleh tim gabungan Ditintelkam dan Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda DIY. Namun, pihak kepolisian tidak menyebutkan siapa pelapornya.

AKBP Slamet Riyanto, Kasubdit V Cyber Ditreskrimsus Polda DIY, mengungkapkan bahwa otak di balik operasi ini adalah seorang pria berinisial RDS. RDS bertugas memetakan situs judi yang menawarkan promosi “cash back” dan menjadi penyedia sarana serta pemodal. Sementara empat pelaku lainnya bertindak sebagai pemain.

Menurut Slamet, saat penangkapan, lima dari mereka tertangkap tangan sedang berjudi. “RDS ini bosnya, dia yang menyiapkan link atau situsnya, mencari, kemudian menyiapkan PC, dan menyuruh 4 karyawan untuk memasang judi online,” jelas Slamet.

Meraup Untung dengan Akali Sistem
Komplotan ini memanfaatkan promosi yang ada di setiap pembukaan akun baru. Para karyawan bertugas membuka akun baru dan langsung berjudi, karena akun baru memiliki persentase menang yang lebih tinggi. Setiap hari, mereka bisa membuat hingga 40 akun baru dari empat komputer yang disediakan.

Kompol Ardiansyah Rolindo Saputra, Kanit 1 Subdit V Ditreskrimsus Polda DIY, menambahkan bahwa setiap pemain wajib memainkan 10 akun per hari. RDS juga menyiapkan puluhan hingga ratusan nomor baru untuk membuka akun tanpa identitas asli. Kartu-kartu tersebut diganti-ganti untuk mengelabui sistem IP Address.

Dalam sebulan, kelompok ini bisa meraup omzet hingga Rp50 juta. Karyawan digaji antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per minggu. Kelompok ini telah beroperasi selama kurang lebih satu tahun.

Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 2 Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, serta Pasal 303 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP tentang informasi dan transaksi.

Mereka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.

[]