Jakarta, faktapers.id – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengeluarkan klarifikasi penting terkait status hak cipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Bertentangan dengan informasi yang beredar sebelumnya,
LMKN menegaskan bahwa lagu ciptaan W.R. Supratman tersebut kini berstatus public domain, yang berarti tidak ada lagi kewajiban pembayaran royalti hak cipta kepada ahli waris atau pihak mana pun.
Pernyataan ini disampaikan oleh Komisioner LMKN Bidang Kolekting dan Lisensi, Yessi Kurniawan, pada Rabu, 6 Agustus 2025. Klarifikasi ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya Pasal 28 Ayat (1). Menurut Yessi, perlindungan hak cipta suatu karya, termasuk lagu, berlaku selama hidup pencipta dan berlanjut selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
“Terkait dengan lagu ‘Indonesia Raya’ ciptaan W.R. Supratman, ternyata sudah public domain,” jelas Yessi. W.R. Supratman meninggal pada 17 Agustus 1938, sehingga hak ciptanya telah berakhir. Konsekuensinya, ahli waris W.R. Supratman tidak lagi memiliki hak ekonomi atas penggunaan lagu tersebut.
Namun, Yessi menekankan bahwa hak moral W.R. Supratman sebagai pencipta lagu tetap harus dihormati. “Hak ekonomi tidak ada. Jadi, harus tetap ditulis ciptaan W.R. Supratman sebagai hak moral,” tegasnya. Hal ini memastikan nama sang maestro tetap diabadikan dan diakui sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia.
Perbedaan antara Hak Cipta dan Hak Terkait
Meskipun lagu “Indonesia Raya” bebas royalti, LMKN menjelaskan adanya perbedaan antara hak cipta dan hak terkait. Yessi memaparkan bahwa siapa pun bisa membuat rekaman baru dari lagu ini tanpa membayar royalti kepada pencipta. Namun, jika ada aransemen atau rekaman baru, aranjer (penata musik), musisi, dan produser yang terlibat dalam rekaman tersebut berhak mendapatkan perlindungan atas karya mereka.”Kalau sudah rekaman baru itu, perlindungan lagi untuk musisi dan produser programnya. Bukan hak cipta, tapi hak terkait,” ujar Yessi.
Hak terkait ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (5) UU Nomor 28 Tahun 2014, adalah hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran. Jadi, penyanyi atau produser yang merekam ulang “Indonesia Raya” dengan aransemen baru dapat menerima royalti dari penggunaan aransemen tersebut. Masa berlaku hak terkait ini mencapai 50 tahun sejak tanggal pengumuman.
Aturan Ketat Penggunaan Lagu Kebangsaan
Meskipun statusnya public domain, penggunaan lagu “Indonesia Raya” tetap diatur secara ketat oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Undang-undang ini melarang penggunaan lagu kebangsaan untuk tujuan komersial, termasuk iklan, atau mengubah nada, irama, dan liriknya dengan maksud buruk. “Setiap orang dilarang untuk menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial,” bunyi Pasal 64 (c) UU Nomor 24 Tahun 2009.
Pelanggaran terhadap aturan ini tidak main-main. UU tersebut menetapkan sanksi pidana yang berat. Pelaku yang sengaja mengubah lagu “Indonesia Raya” dengan maksud menghina atau merendahkan dapat dipidana penjara hingga lima tahun atau denda maksimal Rp500 juta. Sementara itu, penggunaan untuk iklan komersial dapat dikenai hukuman penjara hingga satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Dengan klarifikasi ini, LMKN berharap masyarakat dapat memahami perbedaan antara hak cipta yang telah berakhir dan status khusus “Indonesia Raya” sebagai lagu kebangsaan yang dilindungi oleh undang-undang, sehingga penggunaannya tetap dilakukan dengan penuh rasa hormat dan nasionalisme.
[]













