Hukum & KriminalJabodetabek

Sengketa Lahan Tegal Alur Kembali Disidangkan, Saksi Penggugat Diduga Settingan

73
×

Sengketa Lahan Tegal Alur Kembali Disidangkan, Saksi Penggugat Diduga Settingan

Sebarkan artikel ini
Kuasa hukum tergugat, Ferry Kilikily, menegaskan bahwa sejumlah saksi yang dihadirkan penggugat memberikan keterangan yang keliru

Jakarta, faktapers.id –Sengketa Lahan Tegal Alur Kembali Disidangkan, Saksi Penggugat Diduga Settingan

Jakarta, faktapers.id – Sidang lanjutan perkara sengketa lahan di wilayah Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi. Dalam persidangan tersebut, pihak tergugat menilai kesaksian yang dihadirkan penggugat tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan bahkan dinilai sangat rekayasa.

Kuasa hukum tergugat, Ferry Kilikily, menegaskan bahwa sejumlah saksi yang dihadirkan penggugat memberikan keterangan yang keliru, termasuk dalam penyebutan pihak-pihak yang tercantum dalam perjanjian jual beli.

“Saksi menyebut pihak pertama adalah Haji Jafar, padahal berdasarkan bukti P12 yang ditunjukkan di hadapan majelis, pihak pertama sebenarnya adalah penggugat sendiri, Ini jelas salah ucap,” ujar kuasa hukum tergugat usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (9/9/2025).

Ferry menuding bahwa kesaksian-kesaksian yang dihadirkan hanya sebatas settingan. “Bagi kami, semua ini permainan. Saksi yang dihadirkan tidak menjelaskan kondisi sebenarnya di lapangan,” lanjutnya.

Pihak tergugat juga menekankan bahwa objek tanah yang disengketakan merupakan aset milik PT Sarana Jaya, sehingga penggugat dianggap tidak memiliki legal standing yang kuat.

“Akta Jual Beli (AJB) yang ditunjukkan penggugat tidak bisa dijadikan bukti kepemilikan yang sah. Klien kami hanya menempati lahan seluas 120 meter persegi, bukan mengklaim kepemilikan,” kata Junaedi yang juga kuasa hukum tergugat.

Ferry menambahkan, ia menuding adanya praktik mafia tanah dalam perkara ini. Ia menyebut, sejumlah keterangan yang disampaikan saksi justru memperlihatkan adanya kejanggalan dalam perjanjian yang dibuat.

“Bagi kami, ini sudah masuk kategori konspirasi mafia tanah. Kenapa perjanjian tidak dibuat langsung oleh pihak yang berhak, tapi justru melalui kuasa pihak lain?,” terangnya.

Lebih lanjut, Junaedi menyampaikan bahwa persoalan harga tanah yang sempat disebut Rp1,5 juta per meter tidak pernah disepakati klien mereka. Menurutnya, penggugat justru meminta harga Rp7 juta per meter sehingga perjanjian tidak pernah terealisasi.

“Penggugat justru meminta Rp7 juta per meter. Klien kami tidak pernah menyanggupi. Sejak awal tidak ada niat membeli, hanya menempati. Jadi kalau disebut ada harga Rp1,5 juta per meter, itu hanya sepihak dari penggugat,” jelasnya.

Dalam sidang tersebut, tim kuasa hukum tergugat juga menegaskan akan mendampingi tergugat atas gugatan penggugatan smpai selesai.

(Ibeng)