Jambi, faktapers.id – Kunjungan kerja Komisi III DPR RI di Polda Jambi pada Jumat (12/9) diwarnai ketegangan setelah sejumlah jurnalis dihalangi oleh petugas kepolisian untuk melakukan wawancara (doorstop) dengan anggota dewan. Insiden ini memicu gelombang protes dari organisasi-organisasi pers yang mengecam tindakan tersebut sebagai upaya pembungkaman.
Polda Jambi Berkilah Kendala Waktu
Menanggapi insiden tersebut, Kabid Humas Polda Jambi, Kombes Pol Mulia Prianto, berkilah dan mengakan permohonan maaf. Menurutnya, tidak ada niat untuk menghalangi kerja jurnalistik. Mulia menjelaskan bahwa insiden itu terjadi karena kendala waktu. Awalnya, sesi wawancara memang sudah dijadwalkan, namun mendadaknya agenda Komisi III DPR RI yang harus segera kembali ke Jakarta membuat rencana itu batal.
AJI Jambi Sebut Pembungkaman Pers
Insiden tersebut mendapat kecaman keras dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi. Ketua AJI Jambi, Suwandi Wendy, menyebut tindakan penghadangan tersebut sebagai bentuk “pembungkaman terhadap pers.” Ia menyoroti bahwa insiden ini terjadi di hadapan para pejabat tinggi, termasuk petinggi kepolisian dan anggota dewan, yang seharusnya melindungi kebebasan pers. AJI Jambi mendesak Kapolda Jambi, Irjen Pol. Krisno H. Siregar, dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, untuk meminta maaf secara terbuka dan menjamin perlindungan terhadap jurnalis.
PFI dan IJTI Jambi Turut Mengecam
Senada dengan AJI, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi juga menyayangkan insiden tersebut. Ketua PFI Jambi, Irma Tambunan, menegaskan bahwa wawancara doorstop adalah bagian dari tugas wartawan. Menurutnya, menghalangi kerja jurnalis adalah pelanggaran terhadap UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan UUD 1945.
Selain itu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Jambi juga mendesak permintaan maaf secara terbuka dan mengingatkan agar insiden serupa tidak terulang. IJTI juga menuntut agar pelaku diproses secara hukum jika terbukti melakukan kekerasan fisik atau merusak peralatan kerja jurnalis.
[]