Ekonomi BisnisHukum & Kriminal

DPR Desak OJK Hapus Pasal Penagihan Utang Debt Collector dalam POJK 22/2023, Dorong Penyelesaian Lewat Jalur Perdata

61
×

DPR Desak OJK Hapus Pasal Penagihan Utang Debt Collector dalam POJK 22/2023, Dorong Penyelesaian Lewat Jalur Perdata

Sebarkan artikel ini
Abdullah (Anggota Komisi III DPR RI),

Jakarta, faktapers.id  – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Komisi III mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghapus ketentuan yang mengatur praktik penagihan utang oleh debt collector dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

​Desakan ini muncul sebagai respons atas tingginya angka pengaduan masyarakat terkait tindakan pelanggaran dan intimidasi yang dilakukan oleh debt collector, meskipun OJK telah mengeluarkan aturan yang bertujuan memperketat mekanisme penagihan.

​Alasan Utama Desakan Penghapusan Pasal

​Legislator yang menyuarakan desakan ini, Abdullah (Anggota Komisi III DPR RI), berpendapat bahwa mekanisme penagihan utang seharusnya diselesaikan melalui ranah hukum perdata, bukan melalui jasa penagih yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum dan tindakan kekerasan.

Menurutnya, dengan adanya pasal yang mengatur praktik penagihan, meski dengan batasan yang ketat, hal ini masih membuka ruang bagi perusahaan jasa keuangan untuk menggunakan pihak ketiga (debt collector) yang kerap bertindak di luar batas kewajaran.

​”Kami mendorong penyelesaian masalah utang ini diselesaikan melalui perdata,” tegas Abdullah. “Dengan cara ini, risiko pelanggaran lainnya relatif kecil dan dapat diminimalisir. Perusahaan jasa keuangan mesti mengikuti mekanisme yang ada di jalur perdata,” tambahnya.

​Argumentasi utama di balik desakan ini adalah:

  1. ​Tingginya Aduan Pelanggaran: Banyaknya laporan terkait ancaman, kekerasan, dan aksi meresahkan oleh debt collector kepada debitur. Bahkan, tercatat ribuan aduan yang masuk ke lembaga terkait mengenai praktik penagihan yang tidak etis.
  2. ​Perlindungan Hak Asasi Konsumen: DPR memandang bahwa negara hukum yang beradab harus menghormati hak asasi manusia, termasuk hak konsumen, dalam proses penagihan utang. Praktik penagihan yang agresif dinilai merendahkan harkat dan martabat debitur.
  3. ​Mekanisme Sanksi yang Sudah Ada: Bagi debitur yang benar-benar tidak mampu membayar, mereka sudah memiliki mekanisme sanksi berupa masuk dalam Daftar Hitam Nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik OJK/Bank Indonesia. Mekanisme ini dianggap sudah cukup untuk memberikan efek jera tanpa perlu melibatkan penagihan fisik yang berisiko.

​Sekilas Mengenai Aturan Penagihan Utang dalam POJK 22/2023

​POJK Nomor 22 Tahun 2023 sendiri merupakan aturan terbaru yang dikeluarkan OJK pada Desember 2023 untuk menggantikan POJK sebelumnya. Aturan ini justru dibuat dengan tujuan untuk memperketat dan membatasi praktik penagihan utang demi melindungi konsumen.

​Beberapa poin penting mengenai pembatasan penagihan yang diatur dalam POJK 22/2023 meliputi:

  • ​Larangan Tindakan Intimidasi: Debt collector dilarang menagih utang dengan cara kekerasan, ancaman, intimidasi, atau tindakan yang mempermalukan konsumen, termasuk menyebarluaskan utang konsumen di media sosial atau kontak telepon.
  • ​Waktu Penagihan Terbatas: Penagihan hanya boleh dilakukan pada hari Senin hingga Sabtu, di luar hari libur nasional, dan terbatas dari pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat. Penagihan di luar waktu dan tempat domisili tersebut hanya dapat dilakukan dengan persetujuan konsumen.
  • ​Tanggung Jawab Penyelenggara: Perusahaan jasa keuangan wajib bertanggung jawab penuh atas seluruh proses penagihan, termasuk tindakan yang dilakukan oleh debt collector pihak ketiga.

​Meskipun POJK 22/2023 telah memuat batasan-batasan tersebut, Komisi III DPR RI menilai bahwa selama ketentuan penagihan oleh pihak ketiga (Pasal 44) masih ada, potensi pelanggaran akan tetap tinggi, sehingga mendesak OJK untuk mempertimbangkan penghapusan pasal tersebut agar proses penyelesaian utang sepenuhnya dipindahkan ke jalur perdata.

​[]