Jakarta , faktapers id– Sebuah pernyataan lugas yang menekankan perubahan fundamental dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengemuka dalam sebuah diskusi di parlemen. Dosen Kepolisian Utama Tingkat I STIK Lemdiklat Polri, Irjen Gatot Repli Handoko, menegaskan bahwa mindset atau pola pikir seluruh anggota Polri harus bertransformasi total menjadi pelayan publik, bahkan secara gamblang menggunakan istilah “babu masyarakat”.
Penegasan ini disampaikan Irjen Gatot dalam forum “Dialektika Demokrasi” yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Kamis (13/11/2025). Gatot hadir mewakili Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo.
Reformasi Dimulai dari Pola Pikir
Dalam diskusi yang mengangkat tema krusial “Reformasi Polri Harapan Menuju Institusi Penegakan Hukum yang Profesional dan Humanis” itu, Irjen Gatot menyoroti bahwa akar dari reformasi bukanlah sekadar perubahan prosedural, melainkan perubahan budaya dan mentalitas.
”Yang paling penting adalah mindset, pola pikir,” tegas Gatot.
Ia menekankan bahwa pola pikir sebagai pengayom dan pelayan harus tertanam hingga ke jajaran paling bawah. Menurutnya, hal ini harus menjadi sebuah budaya yang mengakar, bukan lagi sekadar slogan.
”Pola pikir ini sampai ke bawah ini harus benar-benar budaya pelayanan,” lanjutnya.
Untuk memberi penekanan maksimal pada konsep pelayanan ini, Gatot menggunakan metafora yang kuat untuk mendobrak citra feodal atau arogan yang mungkin masih melekat pada sebagian oknum.
”Istilahnya kami ini babunya, kami babunya masyarakat,” ungkap Irjen Gatot.
Pernyataan ini menggarisbawahi posisi Polri sebagai abdi negara yang digaji oleh rakyat, sehingga memiliki kewajiban mutlak untuk melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat tanpa pandang bulu.
Semangat “melayani” yang digaungkan di Gedung DPR tersebut sejalan dengan berbagai upaya Polri untuk menampilkan sisi humanisnya di lapangan. Seperti yang tergambar dalam foto ilustrasi (ANTARA FOTO/Didik Suhartono), di mana tampak sejumlah anggota polisi secara proaktif membantu seorang warga—kemungkinan seorang pemulung atau pedagang kecil—yang tengah mendorong gerobaknya.
Dalam gambar tersebut, anggota polisi tidak hanya membantu mendorong, tetapi juga terlihat menyerahkan bantuan, yang diduga merupakan paket kebutuhan pokok.
Aksi-aksi nyata seperti inilah yang diharapkan menjadi cerminan dari “budaya pelayanan” yang diusung oleh Irjen Gatot. Reformasi yang humanis berarti kehadiran polisi di tengah masyarakat tidak lagi menimbulkan rasa takut, melainkan rasa aman dan terayomi.
Diskusi “Dialektika Demokrasi” ini sendiri bertujuan untuk menyerap aspirasi dan kritik publik guna mewujudkan institusi penegak hukum yang lebih profesional. Pernyataan Irjen Gatot yang mewakili pimpinan Polri ini menjadi sinyal keseriusan institusi tersebut untuk berbenah dari dalam, dimulai dari fondasi paling dasar: pola pikir setiap anggotanya.
(Ig/uaa)













