Jabodetabek

Koalisi UMKM Nilai DPRD DKI Kurang Peka, Minta Raperda KTR Dikaji Ulang

29
×

Koalisi UMKM Nilai DPRD DKI Kurang Peka, Minta Raperda KTR Dikaji Ulang

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id — Para pelaku usaha mikro seperti pedagang kaki lima, warung kelontong, pedagang asongan, penjual kopi keliling hingga pemilik warteg yang tergabung dalam Koalisi UMKM menyuarakan kekecewaan mereka terhadap sikap legislatif DPRD DKI Jakarta. Mereka menilai para wakil rakyat kurang memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat kecil saat ini.

Juru Bicara Koalisi UMKM Jakarta, Izzudin Zidan, dalam Diskusi Publik “Jaga Jakarta, Tolak Raperda KTR” yang digelar di Jakarta Barat, Minggu (16/11/2025), mengatakan bahwa kebijakan yang sedang digodok melalui Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) justru menambah beban pedagang kecil.

“Keadaan pedagang saat ini sudah berat. Bukannya dibantu, malah ada aturan yang makin mengekang. Raperda KTR ini tidak masuk akal dan tidak mempertimbangkan situasi di lapangan. Jangan asal disahkan,” tegas Zidan.

Zidan menyoroti khususnya pasal yang mengatur larangan penjualan rokok di sejumlah lokasi seperti restoran, tempat hiburan, hingga area pendidikan. Menurutnya, kebijakan tersebut sangat sulit diterapkan oleh pelaku UMKM, terutama warteg yang memiliki ruang usaha terbatas.

“Warteg rata-rata ukurannya cuma 4×6 meter, bahkan banyak yang lebih kecil. Kalau diminta menyediakan ruang merokok, dari mana lahannya? Tempat kami bisa-bisa terpotong dan tidak fungsional lagi,” ujarnya.

Selain itu, ia menilai bahwa aturan pelarangan penjualan rokok akan menambah friksi antara pedagang dan petugas penegak perda.

“Kalau nanti aturan ini diberlakukan, Satpol PP tentu akan turun. Akan terjadi situasi saling kejar-kejaran antara pedagang dengan petugas, ini jelas akan memberatkan semua pihak,” lanjutnya.

Zidan juga menegaskan bahwa rokok menjadi salah satu barang pelengkap yang turut menyokong pemasukan usaha kecil.

“Meski jual satu batang cuma dua ribu rupiah, tapi bagi UMKM itu cukup berarti untuk menambah pemasukan harian,” ujarnya.

Ia menegaskan pelaku warteg sebenarnya mendukung visi Pemprov DKI dalam menuju kota global. Namun, ia khawatir pasal larangan penjualan rokok justru mematikan mata pencaharian pedagang kecil.

“Pemerintah harus lebih peka terhadap kondisi pelaku usaha makan sederhana. Jangan sampai regulasi ini justru memukul UMKM,” tegasnya.

Hal senada disampaikan perwakilan Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), M. Soleh, yang meminta pasal terkait pelarangan penjualan rokok dihapus atau ditinjau ulang. Menurutnya, kebiasaan konsumen setelah makan juga perlu dipertimbangkan.

“Biasanya orang habis makan merokok. Kalau dilarang beli atau merokok di warung makan, pelanggan bisa enggan mampir. Ini jelas berdampak pada pendapatan,” ujar Soleh.

Diketahui, Panitia Khusus DPRD DKI Jakarta telah merampungkan penyusunan Raperda KTR yang memuat 27 pasal dalam 9 bab. Draf tersebut kini sudah diserahkan kepada Bapemperda untuk proses pembahasan selanjutnya.

(ibeng)