Jakarta, faktapers.id — Aliansi Mahasiswa Jakarta menyatakan sikap resmi terkait pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam sebuah diskusi dan forum politik mahasiswa yang digelar di Aula Kampus STIH IBLAM, Jakarta Selatan, Sabtu (29/11/2025) pukul 18.00–19.00 WIB. Kegiatan yang diikuti sekitar 15 peserta tersebut dipimpin oleh Sandroin Labada, Koordinator Daerah BEM Nusantara Jabotabek sekaligus Presiden Mahasiswa STIH IBLAM.
Dalam pemaparannya, Sandroin menjelaskan bahwa forum diskusi ini merupakan bagian dari konsolidasi awal dua kampus yang tergabung, yakni Universitas Krisnadwipayana (Unkris) dan STIH IBLAM, bersama sejumlah elemen eksternal kampus masing-masing. Hasil pembahasan dan pernyataan sikap tersebut akan dibawa ke forum resmi Aliansi BEM Nus sebagai landasan teknis pelaksanaan aksi (Teklap) yang direncanakan berlangsung pada Desember mendatang.
Dukungan Bersyarat: Modernisasi Peradilan, Namun Tetap Terbuka untuk Revisi
Dalam pernyataan resminya, Aliansi Mahasiswa Jakarta menyatakan mendukung pengesahan RKUHAP sebagai upaya modernisasi sistem peradilan pidana Indonesia. Dukungan tersebut didasarkan pada beberapa poin pembaruan yang dianggap relevan dengan kebutuhan zaman, terutama:Diferensiasi fungsional antar aparat penegak hukum,Penguatan mekanisme pengawasan yudisial, Penguatan skema restorative justice,
Serta digitalisasi proses penegakan hukum untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Namun, Aliansi menegaskan bahwa dukungan tersebut bersifat conditional support atau dukungan dengan syarat. Mereka menilai ruang revisi harus tetap terbuka apabila ditemukan potensi pelanggaran HAM atau jika implementasi RKUHAP memunculkan masalah baru di lapangan.
“Pengesahan RKUHAP tidak boleh menjadi akhir dari evaluasi. Pembahasan harus berlanjut secara terbuka dan partisipatif,” demikian salah satu poin sikap yang dibacakan.
Empat Isu Krusial: Transparansi Penegakan Hukum Jadi Sorotan
Aliansi Mahasiswa Jakarta juga menyoroti empat sektor krusial yang mereka nilai harus segera diperbaiki sebelum RKUHAP diterapkan secara penuh.
1. Penanganan Undue Delay (Keterlambatan Penanganan Perkara)
Aliansi menilai RKUHAP belum mengatur secara tegas mekanisme mencegah penyidikan yang berlarut-larut. Mereka mendesak:
Kewajiban aparat memberikan laporan perkembangan perkara setiap 10 hari,
Dibentuknya lembaga pengawasan independen yang memantau potensi undue delay.
2. Kewajiban Kamera Pengawas dalam Penyidikan
Aliansi mendesak pemasangan kamera pengawas bersifat wajib, bukan sekadar opsi kebijakan. Pengawasan visual dianggap penting untuk mencegah intimidasi, penyiksaan, serta penyimpangan dalam pemeriksaan.
3. Perluasan Pengawasan Hingga Tahap Penyelidikan
Selain di penyidikan, pengawasan kamera harus diperluas hingga tahap penyelidikan.
Aliansi bahkan mengusulkan:
Terlapor atau terduga diberi hak menggunakan kamera pribadi sebagai pengawasan tambahan,
Transparansi diberlakukan sejak fase paling awal proses pidana.
4. Penguatan Perlindungan Korban
Aliansi menuntut agar:
Korban diberi hak mengajukan keberatan terhadap tindakan penyidik,
Setiap keberatan wajib dicatat dalam BAP dan memiliki mekanisme tindak lanjut yang jelas dan terukur
Aksi Lanjutan: Empat Tuntutan Akan Dibawa ke Gerakan BEM NUS
Menurut Sandroin, hasil diskusi ini menjadi fondasi awal sikap politik yang akan diperluas ke forum Aliansi BEM Nusantara. Gerakan mahasiswa pada Desember diperkirakan akan mengangkat empat isu utama tersebut sebagai tuntutan nasional, dengan fokus pada:Transparansi penyidikan dan penyelidikan,Penggunaan kamera pengawas, Pencegahan undue delay, Serta penguatan hak-hak korban.
Aliansi menegaskan bahwa dukungan terhadap RKUHAP bukan berarti mengabaikan kelemahan yang masih tersisa.
Dengan pernyataan sikap ini, Aliansi Mahasiswa Jakarta menunjukkan posisi politik yang matang, menempatkan diri sebagai kelompok yang tidak sekadar menolak atau menerima, tetapi menuntut pembaruan hukum yang lebih komprehensif, transparan, dan berorientasi pada HAM.
“Mendukung modernisasi bukan berarti menutup mata terhadap potensi penyimpangan. RKUHAP harus menjadi alat memperkuat keadilan, bukan melemahkannya,” tegas pernyataan penutup forum tersebut.













