SumateraLingkungan

WALHI Sumut Beberkan 7 Perusahaan sebagai Penyebab Utama Bencana Ekologis di Tapanuli

44
×

WALHI Sumut Beberkan 7 Perusahaan sebagai Penyebab Utama Bencana Ekologis di Tapanuli

Sebarkan artikel ini

Medan,  faktapers.id— Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara mengeluarkan pernyataan tegas terkait bencana banjir bandang dan longsor yang melanda kawasan Tapanuli sejak Selasa (25/11/2025). Dalam rilis resmi, WALHI menyebut tujuh perusahaan sebagai aktor utama yang diduga memicu kerusakan ekologis di Ekosistem Batang Toru—kerusakan yang berujung pada bencana besar di delapan kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Sedikitnya 51 desa di 42 kecamatan terdampak. Ribuan rumah rusak, lahan pertanian musnah, infrastruktur lumpuh, dan puluhan ribu warga terpaksa mengungsi. Wilayah paling parah adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, serta Kota Sibolga—semuanya berada dalam kawasan ekosistem Harangan Tapanuli, atau dikenal sebagai Ekosistem Batang Toru.

Batang Toru: Hutan Penyangga yang Terus Menipis

Ekosistem Batang Toru adalah bentang hutan tropis penting yang menjadi penyangga hidrologis Sumatera Utara. Dari total kawasan ini, 66,7% berada di Tapanuli Utara, 22,6% di Tapanuli Selatan, dan 10,7% di Tapanuli Tengah.
Hutan ini menjadi sumber air, penyerap limpasan, dan pengendali erosi yang menjaga stabilitas Daerah Aliran Sungai (DAS) hingga ke hilir. Namun, tutupan hutan terus mengalami degradasi akibat aktivitas industri ekstraktif.

7 Perusahaan yang Diindikasikan Menjadi Pemicu Kerusakan

Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, menyampaikan bahwa kerusakan ekologis di Batang Toru tidak terjadi secara alamiah. Ia menegaskan bahwa deforestasi dalam skala besar melibatkan aktivitas sejumlah perusahaan.

Berikut perusahaan yang disebut WALHI:

1. PT Agincourt Resources – Tambang emas Martabe

2. PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) – PLTA Batang Toru

3. PT Pahae Julu Micro-Hydro Power – PLTMH Pahae Julu

4. PT SOL Geothermal Indonesia – Geothermal Taput

5. PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) – Unit PKR Tapanuli Selatan

6. PT Sago Nauli Plantation – Perkebunan sawit Tapteng

7. PTPN III Batang Toru Estate – Perkebunan sawit Tapsel

 

Perusahaan-perusahaan ini beroperasi di sekitar habitat flora dan fauna langka, termasuk orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, dan satwa dilindungi lain.

Rincian Kerusakan Lingkungan yang Diungkap WALHI

1. PT Agincourt Resources

– Mengurangi tutupan hutan ±300 hektare sepanjang 2015–2024
– TMF (Tailing Management Facility) berada dekat Sungai Aek Pahu
– Warga mengeluhkan air sungai kerap keruh sejak PIT Ramba Joring beroperasi

2. PLTA Batang Toru (PT NSHE)

– Kehilangan tutupan hutan 350 hektare di sepanjang 13 km sungai
– Limbah galian terowongan dan pembangunan bendungan menyebabkan sedimentasi tinggi
– Fluktuasi debit sungai meningkat
– Video di Jembatan Trikora menunjukkan gelondongan kayu besar
→ WALHI menduga berasal dari area pembangunan PLTA

3. PT Toba Pulp Lestari (PKR)

– Ribuan hektare hutan di DAS Batang Toru beralih fungsi menjadi PKR
– Didominasi tanaman eukaliptus yang memperparah penyerapan air

4. Pembukaan Hutan melalui Skema PHAT

– Telah menebangi sedikitnya 1.500 hektare kawasan koridor satwa
– Merusak penghubung Dolok Sibualbuali–Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat
– Menjadi pemicu banjir bandang yang membawa material kayu besar

“Ini Bukan Semata Bencana Alam”

Rianda Purba menegaskan bahwa banjir dan longsor ini bukan hanya akibat curah hujan ekstrem.

> “Setiap banjir membawa kayu-kayu besar. Citra satelit menunjukkan hutan gundul di sekitar lokasi. Ini bukti campur tangan manusia melalui kebijakan yang memberi ruang pembukaan hutan,” katanya.

 

Ia menegaskan bahwa negara telah gagal mengendalikan kerusakan lingkungan.

Kritik Keras untuk PT Agincourt Resources

Menurut WALHI, AMDAL PT Agincourt mencantumkan kapasitas produksi 6 juta ton emas per tahun, dengan rencana ekspansi menjadi 7 juta ton. Ini membutuhkan pembukaan lahan baru 583 hektare, termasuk penebangan 185.884 pohon.

Investigasi WALHI menyebut sekitar 120 hektare sudah dibuka untuk keperluan ekspansi.

Dokumen resmi perusahaan mengakui risiko lingkungan berupa perubahan pola aliran sungai, peningkatan limpasan permukaan, penurunan kualitas air, hilangnya vegetasi dan kerusakan habitat satwa.

WALHI menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah:

1. Hentikan Industri Ekstraktif di Ekosistem Batang Toru. Termasuk pencabutan izin:

  • PT Agincourt Resources
  • PLTA Batang Toru (NSHE)
  • PT Toba Pulp Lestari beserta praktik PKR

Empat perusahaan lain yang beroperasi di kawasan Batang Toru

2. Tindak Tegas Pelaku Perusakan Lingkungan

Termasuk tujuh perusahaan yang diindikasikan merusak hutan DAS Batang Toru.

3. Tetapkan Kebijakan Perlindungan Batang Toru

Melalui revisi RTRW kabupaten, provinsi, hingga nasional.

4. Pastikan Kebutuhan Dasar Para Penyintas

Sekaligus mengevaluasi zona rawan bencana demi mitigasi jangka panjang.

WALHI menegaskan bahwa tragedi di Tapanuli adalah bencana ekologis yang dapat dicegah.

“Kami berduka atas musibah ini. Negara harus bertindak dan menghukum para pelanggar. Kita tidak boleh membiarkan bencana ini berulang,” tutup Rianda Purba.

Bencana ini menjadi alarm keras bahwa ekosistem Batang Toru berada di ambang kehancuran—dan tanpa penanganan serius, masyarakat akan terus menjadi korban.

(Red)