Jakarta, faktapers.id — Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kepri Badan Penelitian Aset Negara (BAPAN) hari ini (03/12/2025) menyampaikan laporan resmi kepada penyidik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas dugaan praktik tambang bauksit ilegal di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Pelaporan tersebut dilakukan setelah rangkaian temuan lapangan yang menunjukkan dugaan aktivitas tambang tanpa izin serta aliran penjualan hasil galian ke beberapa perusahaan di Kepulauan Riau.
Selaku pelapor, perwakilan DPD Kepri BAPAN, Ahmad Iskandar Tanjung menyebut laporan itu penting untuk memastikan agar penegakan hukum berjalan adil dan transparan.
“Kami melapor karena aktivitas ini merugikan negara dalam jumlah besar,” ujar Ahmad di Jakarta.
Ahmad menyebut tambang bauksit di Sanggau diduga beroperasi tanpa izin lengkap sejak lama. Ia menyampaikan bahwa data yang diterima dari Kalimantan Barat menunjukkan aktivitas penambangan dilakukan oleh PT MKU dan PT KBM.
Menurut Ahmad, kedua perusahaan itu serta perusahaan pembeli, PT BAE di Bintan, berada dalam satu kepemilikan.
“Ketiganya dimiliki oleh satu orang bernama Santoni,” kata Ahmad.
Ia menambahkan bahwa tidak ditemukan data jaminan reklamasi, bukti pascatambang, maupun persyaratan teknis lainnya. Kondisi itu dinilai melanggar aturan pertambangan mineral dan batubara.
Tambang yang dilaporkan berada di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Sementara proses diduga penjualan hasil tambang dilakukan ke wilayah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Ahmad menyebut temuan lapangan memperlihatkan kegiatan penambangan masih berlangsung hingga awal pekan ini.
“Saya turun langsung ke Sanggau hari Selasa. Tambang itu masih beroperasi,” ujarnya.
Berdasarkan temuan BAPAN, aktivitas tersebut sudah berlangsung lama. Ahmad menyebut dugaan operasi ilegal terjadi sejak tahun 2008 hingga 2025 dan tidak pernah mendapat tindakan tegas.
“Data ESDM menunjukkan tidak ada izin aktif dalam beberapa tahun terakhir,” katanya.
Ia menyebut tidak ada catatan investasi tambang pada 2023 hingga 2025 untuk perusahaan terkait.
Ahmad menilai kerugian negara akibat aktivitas tambang tanpa izin sangat besar. Potensi kerugian disebut mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah, jika menghitung produksi dan rentang waktu operasi.
Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan sikap otoritas pelabuhan di Kalimantan Barat. “Apa alasan Syahbandar memberi izin pengiriman?” tanya Ahmad.
Ia juga menyoroti tidak adanya tindakan dari pemerintah daerah dan aparat setempat. “Kapolda Kalbar ke mana? Gubernurnya ke mana? Ini harus dijawab,” tambahnya.
Ahmad menilai aktivitas tambang tanpa izin berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan risiko bencana. Ia menyinggung bencana banjir yang terjadi di wilayah Sumatera sebagai contoh dampak kerusakan hutan.
“Pohon di atas tambang pasti ditebang. Resapan air hilang. Itu memicu bencana,” kata Ahmad.
Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak ingin daerah lain ikut terdampak kerusakan lingkungan serupa. Oleh karenanya ia ingin menjaga Indonesia dari bencana yang semestinya bisa dicegah.
Ahmad mengatakan laporan ke Kementerian ESDM adalah langkah awal. Pihaknya akan mengirim laporan tambahan kepada beberapa lembaga lain.
“Setelah ini, kami lapor ke Satgas Kejaksaan Agung dan Istana Presiden,” ujarnya.
Ia juga menyebut aktivis lingkungan di tingkat nasional siap membantu.
“Kami berkoordinasi dengan banyak LSM lingkungan. Mereka siap bersuara,” kata Ahmad.
Jika laporan tidak ditindaklanjuti, Ahmad menyebut akan membuka temuan lebih luas kepada publik.
Kepada Presiden Prabowo, Ahmad menyampaikan pesan langsung dan meminta pemerintah pusat mengawasi dugaan permainan aktor kuat di balik operasi tambang ilegal.
“Pak Presiden bilang, siapa pun jenderalnya, tindak tegas,” kata Ahmad.
Ia berharap laporan masyarakat membantu pemerintah menertibkan industri tambang.
“Kami rakyat mendukung Presiden Prabowo. Kami hanya minta dugaan ini ditindaklanjuti,” ujarnya.
Pelaporan BAPAN Kepri membuka kembali sorotan terhadap tata kelola pertambangan bauksit di Kalimantan Barat. Dugaan operasi tanpa izin, kerugian negara, serta potensi kerusakan lingkungan menjadi perhatian serius. Penanganan kasus ini kini berada di tangan Kementerian ESDM dan lembaga penegak hukum lain.
Ahmad berharap pemerintah bertindak cepat.“Ini bukan tambang kecil. Ini sangat besar. Negara harus hadir,” pungkasnya.
(Her)













