Pandemi Covid-19, Stunting Masih Menjadi Tantangan Besar Bangsa

537
×

Pandemi Covid-19, Stunting Masih Menjadi Tantangan Besar Bangsa

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Persoalan stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita sehingga memiliki tubuh terlalu pendek dibandingkan anak seusianya, masih menjadi tantangan besar yang dihadapi bangsa ini. Berdasarkan Glooal Nutrition Report pada 2018 menunjukkan Prevalensi Stunting Indonesia dari 132 negara berada pada peringkat ke-108, sedangkan di kawasan Asia Tenggara prevalensi stunting Indonesia tertinggi ke dua setelah Kamboja.

“Angka ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat sumber daya paling berharga bagi suatu negara adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Masa depan bangsa kita berada di tangan 79,55 juta anak Indonesia (BPS, 2019). Maka, dapat kita bayangkan pentingnya pemenuhan hak anak kita saat ini demi kualitas sumber daya di masa depan. Adapun beberapa faktor penyebab stunting yaitu akibat praktek pengasuhan yang kurang baik, masih terbatasnya layanan kesehatan, masih kurangnya akses keluarga terhadap makanan bergizi, kurangnya akses pada air bersih dan sanitasi. Untuk itu, seluruh pihak harus mengoptimalkan perbaikan gizi demi memastikan pemenuhan gizi seimbang bagi anak,” ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dalam Webinar Kata Data Regional Summit dengan tema ‘Strategi Mencegah Stunting di Tengah Pandemi.’

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menginstruksikan bahwa pembangunan SDM, termasuk anak merupakan fokus pembangunan pada 2024. Oleh karena itu, menjadi kewajiban seluruh pihak untuk memperhatikan tumbuh kembang anak, mulai sejak dalam kandungan, bayi, sampai mereka memasuki masa emas.

Menteri Bintang menegaskan perlunya membangkitkan kesadaran semua pihak akan pentingnya pencegahan stunting, apalagi dengan adanya bencana non alam pandemi Covid-19. “Hal ini menjadi momentum tepat untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), sejalan dengan upaya mewujudkan pemulihan kesehatan dan pemerataan yang berkelanjutan,” ujar Menteri Bintang.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, angka stunting nasional mengalami penurunan dari 37,2 % pada 2013 menjadi 30,8 % pada 2018. Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019, angka ini menurun menjadi 27,7 %. Penurunan angka stunting telah dinyatakan sebagai program prioritas nasional. Saat ini, Pemerintah terus bergerak menata perangkat pelaksanaan percepatan pencegahan stunting dan menyusun Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) 2018-2024. Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, juga menetapkan target angka stunting nasional agar bisa turun mencapai 14 %.

Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2020 terkait Strategi Percepatan Penurunan Stunting di masa pandemi Covid-19, Kemen PPPA telah melakukan berbagai upaya dalam mempercepat pencegahan stunting, yaitu memberlakukan mekanisme fleksibilitas bekerja dari rumah (work from home), termasuk bagi perempuan yang menyusui dan/atau mempunyai anak usia dibawah 3 tahun, agar dapat memperhatikan kebutuhan gizi seimbang bagi tumbuh kembang anak; menghadirkan Layanan Kesehatan Jiwa Nasional (SEJIWA) yang dapat diakes melalui nomor telepon 119 ext. 8 untuk memenuhi hak-hak perempuan dan anak yang terdampak Covid-19 termasuk bagi ibu hamil dan menyusui.

Selain itu, menginisiasi gerakan bersama jaga keluarga kita (#BERJARAK) yang menghasilkan berbagai KIE terkait perlindungan perempuan dan anak di masa pandemi, termasuk Panduan Menyusui dalam Situasi Pandemi COVID-19 yang dapat diunduh pada portal https://berjarak.kemenpppa.go.id. Melakukan pilot project dalam bentuk program Kampung Anak Sejahtera (KAS) di 8 (delapan) desa dengan angka stunting tinggi, yaitu melalui pemberian makanan tambahan bagi balita; edukasi gizi seimbang dan sanitasi layak anak bagi keluarga dan ibu hamil; pelatihan pengasuhan berbasis hak anak; edukasi kesehatan reproduksi bagi remaja; dan keterampilan pengolahan bahan pangan lokal untuk makanan pendamping ASI dan makanan sehat. Pasca 4 bulan dilaksanakannya kegiatan tersebut, dilakukan evaluasi dan 16 % anak dari delapan desa tersebut diketahui mengalami peningkatan status gizi.

“Saya selaku Menteri PPPA mengajak semua pihak mulai dari pemerintah pusat maupun daerah, lembaga, dunia usaha, masyarakat, dan media massa untuk bersinergi demi pemenuhan gizi anak yang tepat, serta pemenuhan hak anak untuk menekan angka stunting di Indonesia, khususnya dalam masa pandemi ini agar anak Indonesia menjadi anak yang berkualitas sesuai cita-cita Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 dan Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi anak cerdas, kreatif, peduli dan memiliki sikap kepemimpinan. Anak terlindungi, Indonesia Maju,” tegas Menteri Bintang.

Pada acara ini, Ketua Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) Sekretariat Wakil Presiden, Iing Mursalin menuturkan jika pandemi berlarut-larut, ada kemungkinan target pemerintah untuk menurunkan stunting sebesar 14% pada 2014 tidak akan tercapai. Namun pemerintah terus berkomitmen menetapkan pencegahan stunting sebagai prioritas nasional meskipun di tengah kondisi pandemi. Salah satu upaya pemerintah dalam mempercepat upaya tersebut, yaitu mengeluarkan panduan terkait layanan kesehatan bagi ibu hamil dan balita di masa pandemi khususnya di daerah zona merah, yaitu Panduan Gizi Seimbang Pada Masa Pandemi Covid-19 yang dapat diakses pada tautan berikut ini https://covid19.go.id/storage/app/media/Materi%20Edukasi/final-panduan-gizi-seimbang-pada-masa-covid-19-1.pdf.

“Presiden menargetkan penurunan stunting secepatnya. Tentunya pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, perlu sinergi, komitmen dan inovasi baik dengan lembaga masyarakat terutama pemerintah daerah. Pentingnya konvergensi antar program, sehingga bisa menyasar kelompok masyarakat terkecil. Adapun strategi penurunan stunting dilakukan melalui 5 (lima) pilar, yaitu (1) komitmen dan visi kepemimpinan; (2) kampanye dan perubahan perilaku; (3) konvergensi program pusat, daerah dan desa; (4) ketahanan pangan dan gizi; serta (5) pemantauan dan evaluasi,” terang Iing.

Sependapat dengan Iing, Ketua Pergizi Pangan dan Ketua Asosiasi Nutrisi, Hardiansyah, menekankan pentingnya melakukan strategi penurunan angka stunting melalui edukasi dan pemenuhan kebutuhan gizi dan sanitasi perubahan perilaku khususnya pada Ibu hamil dan memastikan pertumbuhan bayi tetap baik mulai dari dalam kandungan sampai setelah lahir. Hardiansyah juga menyampaikan bahwa target penurunan stunting menjadi 14% sangat berat untuk dicapai dalam kondisi normal, apa lagi di tengah pandemi. Untuk itu, diperlukan komitmen di tingkat tinggi melalui berbagai kebijakan/regulasi, mengembangkan inovasi, SDM, dan kelembagaan demi memperluas cakupan program. “Pentingnya memperkuat kualitas program yang ada dengan kreativitas dan inovasi berbasis budaya sesuai potensi masing-masing daerah. Hal ini akan mendorong terjadinya percepatan target penurunan stunting di Indonesia,” ungkap Hardiansyah.

Bupati Bantaeng, Ilham Syah Azikin menyampaikan berbagai praktik terbaik yang dilakukan Kabupaten Bantaeng dalam menurunkan angka stunting, mengingat Bantaeng merupakan Kabupaten yang memiliki angka stunting terendah di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 21% (Riset Kesehatan Dasar, 2018). Ilham bersama jajarannya telah melakukan upaya percepatan penanganan stunting melalui dukungan regulasi/kebijakan dan inovasi pelayanan publik pendukung. Salah satunya dengan mengesahkan Peraturan Bupati Bantaeng Nomor 71 Tahun 2019 tentang Konvergensi Program Percepatan Pencegahan Stunting.

“Peraturan ini menjadi komitmen kami untuk mendorong para perangkat daerah agar bertanggungjawab sesuai bidangnya dalam menangani stunting, yaitu melalui intervensi kebijakan dan pemanfaatan dana desa. Adapun berbagai inovasi program dan kebijakan yang kami lakukan yaitu melalui program Terminal Darah Puskesmas, Bendera Saskia (Satu Bendera Satu Sasaran Kesehatan Ibu dan Anak), Ulang Tahun di Posyandu, Kader Kesehatan (Gizi, KIA, Kesehatan lingkungan, dan lain-lain), Persalinan Fasilitas Kesehatan Jemput Antar, PSC (Public Safety Center), Surveilans Berbasis Sekolah, serta memberikan Sertifikat ASI Ekslusif dan Sertifikat Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) bagi ibu,” jelas Ilham.

Sama halnya dengan Ilham, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat, Tuwuh mengungkapkan bahwa Kabupaten Sumbawa Barat memiliki angka stunting terendah di Provinsi NTB, yaitu 18,32% (Rikesdas, 2018). Bagi Tuwuh, angka ini cukup menggembirakan sekaligus menjadi tantangan mengingat diperlukan usaha keras untuk mempertahankan bahkan menurunkan angka stunting di wilayahnya. Tuwuh menuturkan ada dua kerangka intervensi stunting yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan diterapkan di Sumbawa Barat, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.

Adapun berbagai strategi yang dilakukan pemerintah daerah dalam mencegah Stunting di Kabupaten Sumbawa Barat, yaitu dengan menerapkan Program Daerah Pemberdayaan Gotong Royong (PDPGR), antara lain melakukan Rapat Koordinasi Konvergensi Tim Stunting Secara Berkala dan melaksanakan Forum Yasinan. Her

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *