Denpasar. Bali. Faktapers.id – Ketua Ombudsman Bali, Umar Ibnu Alkhatab meminta Satgas Mafia Tanah Kepolisian agar segera turun mengusut munculnya sertifikat ganda dalam kasus Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali pada lahan seluas 3,85 are di jalan Gadung Denpasar Timur.
Hal ini dimaksudkan, dengan munculnya tiga sertifikat dalam satu lokasi pada sengketa tanah BPD Bali, dikatakan sebagai contoh kasus wajib diselidiki. “Ya, satgas bisa mengambil ini sebagai contoh kasus untuk diselidiki. Siapa tahu bisa merembet ke mana-mana. Ternyata tidak satu kasus ini, ada juga kasus disebelahnya. Dan ini gunung es, kan bisa begitu,” terang Ketua Ombudsman Bali, Umar Ibnu Alkhatab di Kereneng Denpasar Bali, Senin (30/11)
Umar mengaku sebelumnya sudah bertemu dengan Kapolda Bali yang baru, Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra untuk atensi terkait kasus-kasus pertanahan di Bali. Dikatakan, jangan sampai mantan Kapolda Bali, Irjen Pol Petrus Golose pergi, keberadaan satgas mafia tanah yang dibentuk juga ikut pergi. “Kemarin efektif juga. Ada lah berapa kasus ditangani. Cuma lebih dioptimalkan. Jangan lah Pak Petrus pergi satgas juga pergi,” katanya.
Menurut Ketua Ombudsman Bali terkait terbitnya tiga sertifikat dalam satu lokasi adalah otoritas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Seperti kemarin dari Kanwil BPN katanya mengejar. Saya minta jangan hanya dikejar, tapi harus didapat,” singgung Umar.
Ia minta kepada masyarakat, jika mengalami kasus pertanahan agar punya keberanian untuk melapor. “Kita minta masyarakat punya keberanian untuk melapor. Sekarang kan jaman keterbukaan. Namun kendala di lapangan justru masyarakat sendiri mendapat tekanan dari masyarakat. Mungkin sudah terkontaminasi dari pemain pemain tanah itu. Dan berbohong mengatakan ya untuk mendapat bagian,” ungkapnya.
Perlu diketahui dikabarkan sebelumnya, BPD Bali bermodal putusan Mahkamah Agung (MA) No.2234K/PDT/2017 mengklaim dan memasang plang sebagai pemilik hak atas lahan seluas 3,85 are di Jalan Gadung Denpasar Timur.
Namun belakangan BPD Bali disebut-sebut warga telah keliru mengkasuskan tanah tersebut sampai ke tingkat kasasi.
Kadek Mariata, selaku pihak ahli waris mengaku heran dan tidak habis pikir mengapa tanah keluarganya bisa digugat padahal tidak pernah menjual atau menjaminkan sertifikat ke pihak bank. Dan ia pun merasa hak miliknya telah diserobot secara semena-mena.
Merasa tanahnya diserobot, keluarga Kadek Mariata pada tahun 2015 melaporkan kasusnya ke Polresta Denpasar atas dugaan pemalsuan surat dan atau menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Namun hingga kini dikatakan Kadek Mariata, hampir sudah 5 tahun belum ada kepastian kelanjutan atas pelaporan keluarganya dari polisi.*/Ans