Singaraja.Bali.Faktapers.id – Seluruh Umat Hindhu /Desa Adat di Bali menggelar upacara keagaman(Tilem Keenam) seperti Desa Adat Kubutambahan/Buleleng.
Dalam dua bulan ini konflik internal terjadi di Desa Adat tersebut, dalam kesempatan baik ini Desa Adat menggelar upacara adat yang bernama “Mebulu Geles* dengan tujuan untuk pemayuh jagat agar terhimpas dari segala penyakit baik binatang tumbuh- tumbuhan pohon ,buah -buahan yang ada di alam semesta serta bertujuan untuk menciptakan situasi alam agar damai dan kondusif melalui sembah bhakti kepad Ida Hyang Widhi Wasa sesunan betara beatari yang ada dipura-pura desa adat Kubutambahan sebagai tempat upacara Mebulu Geles yang digelar di pura dalem purwa desa setempat.
Hadir seluruh warga adat , baik penghulu Desa (Jro Pasek Ketut Warkadea) ,Camat Kubutambahan (Drs Made Suyasa), Kades (Gede Pariadnya) Ketut Arcana Danginnamun tetap mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan Gugus tugas dalam memutus Covid-19
Dilaksanakan upacara tersebut selaku penghulu desa Jro Pasek Warkadea berharap upacara ini dapat menetralisir alam supaya dijauahi dari mara bahaya serta berharap covid 19 segera sirna.
“Saya matur suksma(terimakasih) kepada kerama adat atas terlaksananya piodalan di Pura Dalem( mecaru geles) inilah salah satu kearifan dari pengelingsir/leluhur bahwa jauh sebelumnya telah disiapkan hasil Duwen pura untuk biaya piodalam yang setiap bulan sudah pasti dilaksanakan dengan biaya tidak sedikit. Kerama desa adat hanya mengikuti dan tidak kena urunan sedikitpun dan hal patut dirasakan oleh masyarakat apalagi pandemi ini masih melanda warga serba kekurangan. Untuk itu kerama mesti bahagia dan menjada semua ini,”ujar Pasek Warkadea.
Seluruh warga desa adat atau warga non pribumi Desa Adat Kubutambahan sangat merasakan tinggal, bahkan timbul rasa nyaman dan sangat diperhatikan dengan baik oleh para prajuru desa adat baik itu pendatang atau warga adat setempat dari tahun ketahun tidak pernah kena iuran apapun didesa adat Kubutambahan bahkan tidak pernah dipersulit. Juga warga non Hindu(Muslim).
“Yang tingggal di desa adat Kubutambahan mereka sangat nyaman dan tenang semua warga adat wellcome,oleh sebab itulah kami harapkan kerukunan itu tetap dijaga baik membangun hubungan dan rasa dilaturahmi agar tetap situasi desa adat kondusif,”jelas Jro Pasek Warkadea.
Warga non Hindu bernama Rossa asal Jember (Jawa Timur) yang sudah hampir 20 tahun tinggal dengan aktivvitasnya sebagai pedagang ayam,”Nyaman tanpa terbebani apa tinggal disini, selaku warga luar kami sangat berterimakasih bisa mencari makan disini semoga dasa lain juga seperti ini,”ujarnya
Drs. Ketur Arcana Dangin selaku warga desa Linggih sangat berharap pelaksaan upacara/piodalan ini tetap terlestarikan turun temurun.
” Sesuai bunyi awig –awig/aturan Desa Adat Kutambahan thn 1990 tertuang jalannya piodalanm/ngaturin(upacara) kayangan desa adat yang menjadi tanggung jawab pelaksanaannya serta dibantu oleh seluruh krama desa adat mulai dari pura Pangelionan -Pura Desa- Pura Dalem- Pura Segara- Pura Maduwe Karang- Pura Pandya hingga sampai panyepian yang dilaksanakan dalam satu tahun.Dan masyarakat tidak pernah dipungut biaya ini akibat dari kearifan pengelingsir maduwe tanah yang diserahkan pengelolaanya kepada kerama Desa melingih, masyarakat cukup ngayah bakti kepada dewa-dewi yang berstana di wewodangan desa,” papar Ketur Arcana Dangin. Des