Headline

Warkadea Sebut Sengaja Dibuat Menejement Konflik, Lebih Baik Tidak Ada Bandara*

281
×

Warkadea Sebut Sengaja Dibuat Menejement Konflik, Lebih Baik Tidak Ada Bandara*

Sebarkan artikel ini

Singaraja.Bali.Faktapers.id -Isu mencuatnya Bandara Bali Utara yang akan menggunakan lahan Adat Kubutambahan,Buleleng semakin tak ada titik terang.

Padahal kajiannya telah di Desa Kubutambahan yang mana akan menggunakan lahan hampir 200 Hektar. Desa Adat setempat memilik Asset yang begitu banyak sehingga disinyalir cocok untuk menyelaraskan pambangun Bali Selatan dengan Bali Utara. Mengingat Bandara Airport Ngurah Rai diduga tidak kuat menampung kedatangan wisatawan mancanegara. Namun sisi lain Airport tersebut semakin mengembang.

Polemik Isu Bandara Bali Utara tersebut yang menggaung dari tahun-tahun bahkan sering kali digunakan sebagai nuansa politik untuk meraup suara oleh oknum pejabat.

Dalam keterangan kepada awak media usai menggelar paruman Adat Sabtu(27/2) pukul 13.00 wita, Bendesa Adat Kubutambahan Jro Pasek Warkadea menerangkan,

“Paruman tadi selain membahas pertanggungjawaban kami selaku bendesa baik upacara maupun pembangunan yang dilaksanakan Desa Linggih. Pelaksanaan ini beberapa asset adat telah kami perjuangkan sehingga saat itu terjadi proses hukum seperti Pasar yang telah menjadi milik Desa Adat dulu PD Pasar sehingga terjadi exsekusi dan porses hukum. Nah itu yang kami perjuangkan bagaimana pertahankan asset-asset,”ujar Warkadea.

Lebih lanjut dikatakan oleh Penghulu Desa Jro Pasek Warkadea yang juga staf ahli Pemkab Buleleng, “Nah persoalan ini muncul ketika ada Isu Bandara. Isu Bandara ini pertama Gubernur KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) dan itu seksional, tanah DP berubah menjadi tanah negara , mohon maaf inilah dimanfaatkan untuk bagaimana menejement konflik terjadi supaya saya setuju menggunakan tanah DP menjadi tanah negara. Nah saya mohon ijin kepada Gubernur, dari pada hilang tanah DP 370 Hektar lebih baik tidak perlu ada Bandara nanti bapak “KEPONGOR” karena sudah tidak sesuai dengan Nangun Sat Kerthi Loka Bali . Tapi kalau itu berubah statsunya maaf saya tidak berani mempertanggungjawabkan nanti kena kutukan Skala dan Niskala artinya kutukan dari masyarakat dan Tuhan/Ida Bhatara karena bukan tanah Desa Adat melainkan tanah Duwe Pura( milik pura) dan termasuk kami disebut telah menyertifikatkan tanah itu,” papar Warkadea.

Sisi lain PT Pinang Propertindo berkedudukan di Jakarta memberikan penjelasan via surat ditujukan kepada Desa Linggih Desa Adat Kubutambahan beserta prajuru serta seluruh komponen adat desa sebelumnya. Dalam penjelasannya melalui surat yang ditandatangani Lucky Winata selaku Direksi, sejumlah isu dijawab, diantaranya soal sewa lahan, kredit sebesar Rp 1,4 triliun dan penelantaran lokasi lahan yang disewa.

Lucky Winata mengakui telah menyewa lahan milik Desa Adat Kubutambahan seluas 370,80 hektar dari tahun 2000 hingga 2091 senilai Rp 3.997.987.250,-. Nominal yang telah dibayarkan sebesar Rp 2.496.053.750,-. Dengan demikian, kata Lucky Winata, PT Pinang Propertindo masih memiliki kewajiban kepada Desa Adat Kubutambahan sebesar Rp 1.501.933.500,-.,”Mengingat situasi ekonomi dalam masa pandemi Covid-19, PT Pinang Propertindo akan melunasi sisa pembayaran paling lambat bulan Desember 2021,” demikian Lucky Winata.

Sedang soal kredit senilai Rp 1,4 triliun, PT Pinang Propertindo tidak pernah melakukan pinjaman dan hanya berperan sebagai dukungan collateral SHGB kepada sister company sebagai jaminan tambahan dan bukan jaminan utama. Hingga saat ini sebagian besar kredit berjalan dengan baik dan lancar.

“Memang ada satu kredit bermasalah bagian pinjaman dari sister company atas nama PT BIM untuk proyek di Batam, namun jaminan asset PT BIM melebihi (mengcover) nilai pinjaman. Posisi PT Pinang hanya memberikan beberapa SHGB tambahan jaminan atas kredit PT BIM tersebut,” jelasnya.

Lucky Winata menambahkan, tudingan PT Pinang Propertindo menelantarkan tanah sewa milik desa adat, tidak benar. Berdasar surat sewa menyewa tanggal 1 November 2001 dan 14 April 2002. PT Piang telah melakukan usaha pertanian dengan jagung gembal bekerja sama dengan SMK Bali Mandara. Awalnya berhasil, namun sejak distribusi air distop oleh Desa Bulian, usaha tersebut kemudian berhenti.

“Secara fisik lahan itu saat ini dikuasi Desa Adat Kubutambahan dan digarap oleh krame desa adat untuk usaha pertanian dan peternakan. Dan hasilnya untuk kas Desa Adat Kubutambahan,” tutupnya.

Terhadap pembahasan pertanggung jawaban selaku Bendesa Adat Warkadea mengurangi jumlah peserta karena ditakutkan akan banyak sorotan dan melanggar prokes yang mana desa Adat Kubutambahan sedang dalam Zona Hijau untuk itu dijaga kerumunan,

“Dalam awig-awig /peraturan tidak ada, namun pertimbangan aparat keamanan pandemi covid sehingga kita hadirkan desa Linggih saja makanya saya tidak berani, kalau rapat ini dengan jumlah kerama sedikit mari kita siarkan karena dalam pengambilan keputusan tidak mesti melibatkan desa lain toh desa Linggih saja. Terhadap DP kalau itu disewa dan dimanfaatkan selamanya dengan hak penyertaan modal,CSR dan lainya kami Welcome dan siap bahkan sudah disampaikan diawal kepada pak Gubernur asal jangan status tanah dirubah, katanya mau ditukar Guling tanah mana yang dikasih….? Dan sekarang lahan itu tetap sekarang dinikmati hasilnya oleh kerama Adat dan hasilnya tidak pernah diminta PT Pinang itu diserahkan kepada Desa Adat,”jelas Warkadea. Des

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *