Jakarta, faktapers.id – Perkembangan teknologi membuat informasi dapat diakses dengan cepat dan mudah. Namun, jika tanpa pengawasan, dapat menimbulkan dampak negatif khususnya bagi anak, mulai dari berita hoaks, kecanduan gawai, terpapar konten pornografi, kejahatan siber hingga kejahatan seksual. Pada saat yang sama, media massa saat ini juga sangat sedikit menampilkan program-program khusus anak, baik di media elektronik seperti TV dan Radio, maupun media online. Demikian pula bacaan khusus anak juga sangat minim.
Menindaklanjuti hal ini, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N. Rosalin mengungkapkan pentingnya penanganan cepat melalui sinergi antara Kementerian/Lembaga (K/L) bersama pihak lainnya seperti dunia usaha, media massa, lembaga masyarakat, serta keluarga dan masyarakat luas untuk memastikan anak mendapatkan informasi yang benar-benar mereka butuhkan dan sesuai dengan kepentingan terbaik bagi anak.
“Misalnya, sebelum Kementerian/Lembaga menyampaikan informasi kepada publik, pastikan informasi tersebut layak bagi anak dan ada informasi yang dikhususkan untuk anak. Informasi layak bagi anak berarti informasi yang tidak membahayakan bagi anak, tidak mengandung unsur kekerasan, pornografi, isu SARA, dan lainnya. Kita harus memberikan pemahaman apa saja informasi yang baik, sehingga anak bisa menyaring dan memilah sendiri berbagai informasi yang diterimanya,” jelas Lenny dalam Pertemuan Forum Koordinasi Pemenuhan Hak Anak Atas Informasi Layak Anak yang dilaksanakan secara daring (5/3/2021).
Lenny menambahkan bahwa K/L perlu mengemas informasi publik dengan bahasa yang positif, memotivasi dan membangun, serta turut melibatkan anak, misalnya Forum Anak atau kelompok anak untuk membantu melakukan pengawasan terhadap informasi publik sesuai tugas dan fungsi masing-masing. “Banyak kebijakan dan program K/L yang penting untuk diketahui masyarakat luas, termasuk anak khususnya di bidang kesehatan seperti isu stunting, serta di bidang pendidikan, lingkungan, hukum, dan lainnya. Namun selama ini masih banyak anak yang belum menerima informasi tersebut, padahal mereka merupakan stakeholder penting yang tidak hanya menjadi sasaran program, tetapi juga berperan sebagai agen perubahan dan komunikator program K/L kepada sesama anak Indonesia,” tambah Lenny.
Untuk itu, Lenny mengungkapkan K/L perlu membuat materi-materi KIE cetak dan digital khusus anak untuk disebarluaskan kepada mereka; serta melibatkan Forum Anak dalam menyusun materi KIE tersebut dan menyebarluaskan informasi kepada seluruh anak Indonesia.
Sejak 2015, Kemen PPPA telah bersinergi bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemen Kominfo), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), dan Kementerian Agama (Kemenag) dengan melakukan penandatangan Nota Kesepahaman terkait Informasi Layak Anak.
Kemen PPPA juga telah bersinergi dengan pemerintah daerah, dunia usaha, dan media massa untuk terus mengembangkan Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA) sebagai wadah penyediaan informasi terintegrasi, terdiri informasi, tempat bermain, tempat peningkatan kreativitas, tempat konsultasi yang dibutuhkan anak, dengan pendekatan pelayanan ramah anak. PISA hadir dengan menyediakan layanan seperti perpustakaan, mobil baca, pojok informasi digital, dan pusat informasi. “Mari kita bersinergi untuk memastikan anak dapat menerima informasi yang layak, yang sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Hal ini sangat penting untuk menjadikan 80 juta anak Indonesia yang sehat, cerdas, berdaya saing, inovatif, kreatif dan berkarakter, serta menjadi generasi emas di masa depan dan segera dapat kita wujudkan Indonesia Layak Anak pada 2030,” terang Lenny.
Pada acara ini, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemen Kominfo, Wiryanta menuturkan belum masuknya informasi layak anak ke dalam program prioritas nasional menjadi hambatan dan tantangan bagi bangsa ini. Hal tersebut membuat upaya fasilitasi, advokasi, literasi dan sosialisasi terkait informasi layak anak kepada masyarakat menjadi kurang difokuskan, mengingat isu prioritas (seperti stunting, disabilitas, dan lainnya) lebih didahulukan. “Perlu mendorong agar program Informasi Layak Anak menjadi program prioritas nasional untuk memudahkan kita dalam melakukan fasilitasi, advokasi, literasi dan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya anak sebagai generasi emas bangsa ini,” tegas Wiryanta.
Koordinator Penjamin Mutu Pendidikan dan Kerjasama, Kemendikbud, Katman menegaskan perlunya membangun literasi digital terhadap masyarakat khususnya anak. “Hal ini akan menjadi benteng bagi anak dalam memilah dan memilih informasi sesuai kebutuhannya. Kemenkominfo terus berupaya melakukan terobosan untuk meningkatkan literasi masyarakat agar lebih kritis dalam memilah sumber bacaan. Di antaranya melalui kegiatan literasi melalui buku cetak, pembelajaran manual, maupun konten digital yang telah melalui proses penilaian kelayakan sesuai usia dan kebutuhan anak,” jelas Katman.
Upaya nyata sinergi antar K/L untuk mewujudkan informasi yang layak anak, salah satunya dapat dilakukan dengan memperpanjang Nota Kesepahaman 5 (lima) Kementerian tentang Informasi Layak Anak dengan beberapa penajaman program. Untuk penajaman program dalam Nota Kesepahaman, Kemen PPPA dapat bekerjasama dengan Kemen Kominfo untuk mengembangkan kanal khusus untuk anak sebagai sumber informasi terintegrasi dan tempat belajar, hiburan yang berisi film-film khusus anak, hingga tempat berdiskusi secara daring.
Dalam rangka mengembangkan kanal khusus anak tersebut, Kemendikbud dapat melakukan program-program pengembangan dan memperbanyak materi-materi terkait budaya Indonesia yang dikhususkan untuk anak dan dikemas dengan tampilan menarik. Sedangkan Kemenpora dapat memperbanyak informasi-informasi tentang pola dan gaya hidup sehat seperti berolahraga untuk anak yang dikemas menarik, misalnya melibatkan publik figur yang menerapkan pola hidup sehat dan sukses. Kemenag dapat memperbanyak materi-materi pendidikan agama dengan bahasa dan contoh-contoh praktik sederhana, seperti melarang melakukan kekerasan dan bullying terhadap teman, serta menghormati teman dengan berbagai macam latar belakang suku, agama dan ras. Her