Jakarta, Faktapers.id – Khusus tentang kebudayaan Betawi, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta sedang merevisi kali kedua silabus muatan lokal (mulok) untuk diimplementasikan di sekolah-sekolah.
“Dinas Pendidikan berkomitmen melestarikan dan memperkenalkan nilai-nilai masyarakat Betawi kepada masyarakat Jakarta yang multikultural dengan payung hukum Perda No 4/2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi dan Pergub No 89/2018 tentang Kurikulum Muatan Lokal di Sekolah/Madrasah,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Dr Nahdiana saat menjadi pembicara kunci di Kuliah Daring Gerbang Betawi (GB) dengan topik ‘Muatan Lokal Betawi dalam Sistem Pendidikan DKI Jakarta’, Jum’at (05/02) lalu.
Kuliah daring ke-4 ini juga menghadirkan narasumber; N Syamsudin Ch Haesy mewakili Direktur Eksekutif Gerbang Betawi, Dr Tuti Tarwiyah Adi (Direktur Departemen Budaya GB); Prof Dr Agus Suradika, anggota Dewan Pakar GB, dan budayawan Yahya Andi Saputra yang membacakan puisi.
“Silabus mulok hasil revisi itu akan diterapkan di tahun ajaran baru. Revisi dilakukan antara lain berdiskusi dengan Lembaga Kebudayaan Betawi. Kami akan mulai dengan melekatkan itu (mulok) dengan mata pelajaran di SMP/SMA terintegrasi dalam mata pelajaran seni-budaya, olahraga, dan sebagainya,” terang Nahdiana.
Materi Mulok Betawi menurutnya akan diimplementasikan sebagai alternatif metode pembelajaran yang sarat makna dan memperkenalkan budaya Betawi dari segala aspeknya. Seperti sisi keseniannya, kuliner, permainan, dan sebagainya. Sehingga warga Jakarta yang multikultural memahami dengan benar kebudayaan Betawi, yang sesuai amanah Perda No 4/2015, wajib dilestarikan oleh pemerintah provinsi.
Akan tetapi, kata dia, ada tantangan implementasi mulok di tingkat sekolah menengah, karena harus hadir di mata pelajaran tersendiri. Artinya ada beban kurikulum di sini, sehingga perlu diatur ulang dan integrasi kurikulum di tingkat SMP/SMA/SMK.
“Kendalanya di sini, siapa yang berhak memberikan sertifikasi kepada para guru/pengajar yang sudah bisa mengajar mulok nanti. Ini yang kami sedang bicarakan,” sebutnya.
Meski begitu menurutnya , Dinas Pendidikan intinya berkomitmen melekatkan mulok Betawi dalam implementasi pendidikan, sesuai dengan visi pendidikan di DKI Jakarta, yakni ‘Tuntas dan Berkualitas untuk Semua’.
“Apalagi pandemi Covid-19 juga menjadi momentum untuk mempercepat perubahan sistem pendidikan di DKI. Namun, pembelajaran mulok di sekolah-sekolah harus melibatkan partisipasi semua pihak. Dan Untuk itu, dibutuhkan pelatihan-pelatihan dan penyegaran baik kepada para guru maupun pendalaman konsep mulok, termasuk penerapan permainan tradisional dan mata pelajaran olahraga yang terkoneksi dengan mulok,” paparnya.
Contohnya, lanjut Nahdiana, bagaimana memperkenalkan permainan lokal dengan konsep teknologi, tanpa meninggalkan substansi atau nilai-nilai masyarakat Betawi yang religius, plural, jujur, dan menghormati.
“Kita ingin anak-anak Jakarta kenal silat Betawi, kulinernya seperti bir pletok, permainannya, dan sebagainya. Sehingga warga Jakarta yang multikultural, dari beragam suku, memahami betul ada budaya Betawi yang perlu dilestarikan sesuai amanah perda, karena mencintai Tanah Air adalah mencintai budaya,” ungkap kepala dinas yang membuka pintu kolaborasi dengan Gerbang Betawi untuk implementasi mulok di tahun ajaran mendatang.
Sementara itu, N Syamsudin CH Haesy, yang biasa disapa Bang Sem, berpendapat mulok di sekolah penting sebagai cara memperkenal budaya tempatan. Dalam konteks Jakarta, adalah budaya Betawi, supaya para siswa; anak-anak Indonesia dan asing di Jakarta, paham dimensi Betawi dan kebetawian secara tepat dan benar. Misalnya paham bahasa Betawi, estetikanya, etikanya, artistiknya, dan integritasnya sebagai masyarakat religius, berkarakter, dan menjunjung peradaban.
“Gerbang Betawi dan Dinas Pendidikan telah satu pikiran bahwa mulok penting dalam proses pendidikan di DKI, yang mana pelaksanaanya bisa dilakukan oleh Gerbang Betawi, Lembaga Kebudayaan Betawi, atau para pelaku seni-budaya,” ujar Bang Sem bersemangat.
Ia menyarankan dalam konteks pengembangan kurikulum dan metodologis, Dinas Pendidikan juga bisa bekerja sama dengan Gerbang Betawi yang memiliki dewan riset yang dipimpin Prof Agus Suradika. Karena para guru juga harus dibekali sekaligus memperkaya metodologi yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan terciptanya masyarakat pembelajar (learning society) di Jakarta.
Bang Sem menyebutkan beberapa contoh kegiatan yang bisa dan pernah dilakukan, seperti program Belajar bersama Maestro (BBM) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaann RI era Anies R Baswedan. BBM bisa dilakukan kembali, misalnya mengundang maestro seni rupa Betawi Sarnadi Addam atau budayawan Yahya Andi Saputra.
“Program lain bisa dilakukan, sastrawan masuk ke sekolah (SMS). Karena realitasnya, guru di bidang kesenian semakin sedikit. Atas nama Gerbang Betawi, kami menyarankan ke Dinas Pendididkan membuat workshop untuk para guru sehingga aktivitas kesenian semakin banyak,” pungkas dia.
Manfaatkan Pantun dan Permainan Tradisional Betawi
Dr Tuti Tarwiyah Adi yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta menjelaskan, dalam pembelajaran mulok di sekolah, para guru mesti kreatif karena proses belajar-mengajar sekarang lebih didorong oleh kebutuhan siswa (student driven).
Untuk itu, kegiatan pembelajaran mesti berlangsung secara interaktif dan inspiratif. Para guru harus mampu memberikan kegiatan sekolah yang menyenangkan. Disarankan kegiatan pembelajaran dilakukan menggunakan kearifan lokal berbasis bahasa dan musik. Dasar hukumnya adalah Perda No 4/2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.
“Contohnya, para guru menggunakan pantun dan lagu-lagu daerah saat memulai pelajaran atau disesuaikan dengan materinya. Bisa pula mengoptimlakan musik atau lagu, karena penelitian membuktikan bahwa belajar dengan musik bisa mendorong kecerdasan anak-anak,” ucapnya.
Dalam presentasinya, Dr Tuti juga memaparkan cara pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan permainan tradisional Betawi, seperti congklak, cutik, lidi, dan bekel. Intinya, bagaimana keigatan belajar dilakukan lebih menyenangkan dan berkarakter bagi anak, sambil melestarikan kebudayaaan Betawi di DKI Jakarta.
Terakhir, Prof Agus Suradika menyampaikan peran masyarakat sangat penting dalam implementasi mulok di sekolah. Maksudnya, para orang tua mesti menyediakan sarana dan prasarana mulok di rumah. Selain mengoptimalkan ruang-ruang publik di Jakarta.
“Jangan sampai siswa belajar mulok di sekolah, tapi di rumah tidak ada kelanjutannya. Contoh belajar bahasa Betawi di sekolah, tapi di rumahnya tidak ada penuturnya,” katanya.
Prof Agus merasa perlu dibuat satu pola di masyarakat misalnya Hari berbudaya Betawi dengan tujuan menjaga budaya misalnya menjaga ungkapan dan kosakata bahasa Betawi tidak hilang. Jadi masyarakat mendukung mulok dengan ‘kurikulum’ tersirat, sedangkan Dinas Pendidikan lewat kurikulum tersurat.*/Uaa
Sumber : Gerbang Betawi