Headline

Sah! LPAI Menangi Sengketa Hak Cipta Merek dan Logo Organisasi Perlindungan Anak Indonesia

810
×

Sah! LPAI Menangi Sengketa Hak Cipta Merek dan Logo Organisasi Perlindungan Anak Indonesia

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Setelah melalui proses panjang, Lembaga Perlindungan Anak (LPAI) yang diketuai oleh Seto Mulyadi memenangi kasus “sengketa” terkait hak cipta logo Organisasi Perlindungan Anak.

Kepastian hak paten penggunaan logo tersebut setelah Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengeluarkan dan memberikan sertifikat merek kepada Lembaga Perlindungan Anak Indonesia yang berkantor di lantai 3, Gedung Aneka Bhakti, kantor Kementerian Sosiar Republik Indinesia di Jalan Salemba raya Nomor 28, Jakarta Pusat.

Sertifikat merek yang dikeluarkan Kemenkumham ditandatangani melalui Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI, Dr. Freddy Harris, SH, LL.M, ACCS. Dan, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) telah menerima secara resmi, sertifikat merek LPAI dari Bpk. Nofli, Bc.IP., S. Sos., S.H., M. Sidi selaku Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kementerian Hukum dan HAM RI pada tanggal 30 Desember 2020 yang lalu.

Ketua Umum LPAI, Seto Mulyadi mengatakan dengan adanya pelindungan merek dan logo yang didaftarkan ke DJKI sejak tanggal 3 Juni 2017, sebagaimana termuat dalam nomor pendaftaran dari Kemenkumham; IDM00791415 dan akhirnya diterbitkan sertifikat merek tertanggal 23 Juli 2020 ini agar tidak ada kebingungan di Masyarakat karena ada organisasi perlindungan anak yang sebetulnya mereka anggap tidak ada.

“Kami menyampaikan hal ini agar tidak ada kebingungan di Masyarakat karena ada organisasi perlindungan anak yang sebetulnya kami anggap tidak ada. Karena organisasi itu hingga kini masih memakai nama dan logo yang dulu kami pakai, yakni Komnas Perlindungan Anak. Padahal ini adalah bagian dari sejarah LPAI yang dulu didirikan pada tahun 1998,” terang Kak Seto, sapaan akrab Seto Mulyadi pada konfrensi pers di kantor LPAI, Senin, (22/3/2021).

Menurut Pria berkacamata ini, pada tahun 1998 organisasi perlindungan anak yang digagas dirinya bersama temannya yang lain bernama “Komnas Perlindungan Anak”. Sebab pada waktu itu belum ada “Komisi”, dan yang ada hanyalah Komnas Ham, Komnas Perempuan. “Sehingga organisasi perlindungan anak itu dinamakan Komnas Perlindungan Anak sebagai nama populer sehingga mudah diingat,” tambah Kak Seto.

Dalam perkembangannya, pada tahun 2016 mulai terjadi dualisme kepemimpinan pada Komnas Perlindungan Anak karena Arist Merdeka Sirat menolak dicabut mandatnya sebagai ketua umum oleh orang-orang yang dulunya mengangkat Aris menjadi Ketua umum.

Terjadinya dualisme tersebut bermula pada awal Februari 2016 oleh Forum Nasional Luar Biasa (Fornas Lub) di Bekasi, Jawa Barat, dimana LPA se Indonesia mencabut mandat dan memberhentikan Arist Merdeka Sirait untuk tidak menjadi ketua kembali. Namun dalam forum resmi tersebut Arist enggan untuk hadir. Arist dicabut mandatnya sebagai ketua karena langkah-langkah yang dilakukan Arist dianggap menyimpang dari prinsip-prinsip organisasi. Sehingga, Kak Seto yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua dewan pembina diminta turun gunung unuk kembali menjadi Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak.

Agar tidak terjadi kebingungan masyarakat akhirnya Kak Seto dan penggagas lainnya menyusun kepengurusan baru. LPAI kemudian memutuskan untuk mengambil langkah kembali ke khittah 1998. Sekaligus dilakukan sesuai regulasi agar tidak ada lagi kesan dualisme dengan KPAI dengan kembali ke nama sesuai akte pendirian organisasi dari Komnas PA menjadi LPAI.

“Sebagai nama pengganti Komnas Perlindungan Anak merupakan langkah kembali kepada nama Lembaga Perlindungan Anak, sekaligus dilakukan sesuai regulasi agar tidak ada lagi kesan dualisme dengan KPAI,” ujar Psikolog ini.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) LPAI, Henny Adi Hermanoe, S.Psi mengatakan bahwa diterimanya sertifikat merek logo LPAI ini pada tanggal 30 Desember 2020 yang lalu dari Kemenkumham RI, menjadi “kado terindah” bagi LPAI yang berarti bahwa dengan demikian LPAI lah satu-satunya lembaga perlindungan anak yang berhak atas semua penggunaan merek dan logo tersebut.

“Dengan adanya sertifikat ini, maka nama dan logo LPAI telah diakui secara resmi dan legal oleh Pemerintah. Dan, merek logo sah menjadi milik LPAI sebagai lembaga independen yang aktif menjalankan kegiatan pemenuhan hak-hak anak dan kepentingan terbaik anak, yang memiliki kantor-kantor LPA maupun LPAI yang tersebar di pelosok daerah dan provinsi se Indonesia. Terbitnya sertifikat merek ini bukan hanya menjadi kabar gembira bagi LPAI namun juga bagi rekan-rekan LPA maupun LPAI di 34 provinsi, kota dan kabupten di Indonesia,” papar Henny Adi Hermanoe, S.Psi yang akrab disapa Kak Henny ini.

Lebih lanjut, Kak Henny menegaskan bahwa legalitas yang dimiliki LPAI ini telah menjadi bagian dari identitas secara resmi milik LPAI. Tentunya identitas tersebut hanya akan melekat pada satu lembaga. Yaitu Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) bukan lembaga lain sekalipun sejenisnya. Logo LPAI hanya diperkenankan untuk digunakan oleh LPAI beserta LPA maupun LPAI yang mendapatkan Surat Keputusan (SK) secara resmi dari LPAI.

Diluar ketentuan SK dari LPAI, maka tidak diperkenankan untuk dipergunakan oleh individu ataupun lembaga-lembaga lainnya tanpa seizin LPAI.

“Jadi dengan adanya legalitas dari pemerintah ini, tidak diperkenankan untuk dipergunakan oleh individu atau pun lembaga-lembaga lainnya tanpa seizin LPAI,” pungkas Henny. Her

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *