Banten, Faktapers.id- Nama Syekh Abdul Karim Al Bantani atau orang Serang lebih mengenalnya dengan Syekh Abdul Karim Tanara Banten adalah seorang tokoh atau mursyid asal Desa Lempuyang, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang Banten yang lahir pada 1840 M.
Sosoknya dikenal sebagai seorang Sufi, karena kepandaiannya yang luar biasa terhadap ilmu agama. apalagi ia juga merupakan ulama yang cukup berpengaruh di tanah Banten, Jawa hingga Mancanegara termasuk Mekkah al Mukaromah.
Ketenarannya tersebut berawal dari penyebaran keilmuan tasawufnya, melalui Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang saat itu dikenal luas hingga ke beberapa negara Asia termasuk di Mekkah, Arab Saudi.
Seperti dikisahkan tarbiyahislamiyah.id, Syekh Abdul Karim merupakan keturunan langsung dari Sultan Banten, yakni Sultan Maulana Hasanudin sebagai leluhurnya, melalui sang ayah yakni Ki Mas Tanda bin Ki Mas Ruyani bin Ki Mas Ahmad Matin bin Ki Mas Ali bin Ki Mas Bugel bin Ki Mas Jamad bin Ki Mas Janta bin ki Mas Kun bin Pangeran Sunyararas.
Syekh Abdul Karim Al Bantani kecil sudah menekuni ilmu keagamaan di Kota Mekkah bersama gurunya yang berasal dari tanah Kalimantan, yakni Syekh Ahmad Khatib Sambas. Beliau merupakan pendiri Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang kemudian disanadkan oleh Abdul Karim.
Bersama Ahmad Khatib Sambas, Abdul Karim Al Bantani mengembangkan perkumpulan Tarekat tersebut melalui metode dua Tarekat besar, yakni Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah.
Saat itu kedua tarekat tersebut konon memiliki pengikut yang cukup besar di Mekkah dan setelah disatukan, kemudian digaungkan oleh Abdul Karim Al Bantani.
Kedua tarekat tersebut sebelumnya dikembangkan oleh Syekh Abdul Qodir al-Jaelani (w. 1166) dari Baghdad, Irak dan Syekh Bahauddin an-Naqsabandiy (w. 1389) dari Bukhara, Uzbekistan,” seperti tertulis di tarbiyahislamiyah.id.
Dikenal di Mekkah hingga ke Mancanegara
Menurut catatan dari Snouck Hourgenje dalam Shafat min Tarikh Makkah, terjemah Het Mekkaansche Feest’, di Universitas Leiden, menyebutkan bahwa ketika dirinya bermukim di Mekkah bersama gurunya itu, ia dinyatakan berhasil dalam keilmuan tasawuf dan amaliah tarekat.
Sehingga ia pun ditunjuk mengembangkan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah ke beberapa negara Asia lainnya seperti Singapura, Thailand (Pattani), hingga ke Indonesia di tahun 1872 Masehi. Kemudian melalui penyebarannya tersebut ia sangat dikenal di kalangan ulama serta petinggi-petinggil di negara-negara yang singgahi.
Sehingga ia pun ditunjuk mengembangkan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah ke beberapa negara Asia lainnya seperti Singapura, Thailand (Pattani), hingga ke Indonesia di tahun 1872 Masehi.
Kemudian melalui penyebarannya tersebut ia sangat dikenal di kalangan ulama serta petinggi-petinggil di negara-negara yang ia singgahi.
Berdakwah di Tengah Masa Kolonial Belanda
Sama seperti ulama-ulama di masa penjajahan Belanda, beliau pun turut resah dengan keadaan Bangsa Indonesia, khususnya di tanah Banten yang dikuasai oleh Belanda di paruh 1860-an.
Saat itu dirinya selalu menggelorakan semangat jihad fisabilillah saat dakwahnya.
Atas kegiatan yang dianggap mengganggu jalan politik Belanda, ia pun mulai dipersempit ruang geraknya. Hingga semangat perjuangan turut diturunkan melalui murid-muridnya di Banten.
Beberapa nama murid yang turut berjuang di tengah peristiwa Geger Cilegon tahun 1888 seperti Kiai Haji Ismail, Haji Wasyid, dan Haji Marzuki dan lainnya. []