Jakarta, faktapers.id – Melihat banyaknya rongrongan serta ancam terhadap eksistensi dan kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Front Kedaulatan Negara (FKN), mendeklarasikan diri untuk Mengawal Eksistensi dan Masa Depan NKRI.
Deklarasi untuk mengawal eksistensi dan masa depan NKRI dibacakan dengan tegas oleh salah satu Presidium FKN , Prof. Mohammad Daniel Rasyid dari Surabaya.
Dalam momentum deklarasi tersebut, FKN menggaungkan dan menyerukan untuk melakukan gerakan Tri Tura (Tiga Tuntutan Rakyat).
Tiga Tuntutan Rakyat tersebut mewakili masalah dan sebagai pernyataan sikap tegas atas kinerja pemerintah, yakni: (1) Turunkan harga-harga kebutuhan hidup yang sangat mencekik rakyat seperti telur, migor, cabai, daging, ayam dan lain; (2) Stop utang luar negeri yang membelenggu negara dan rakyat; (3) Stop tenaga kerja asing (TKA) dari RRT.
Koordinator Presidium FKN, Dr. Abdullah Hehamahua mengatakan, munculnya Tri Tura tersebut tak lain dan tak bukan karena FKN melihat adanya 5 (lima) ancaman terhadap eksistensi dan kedaulatan NKRI selama delapan tahun pemerintahan Jokowi.
Lima ancaman tersebut adalah:
1. Semakin membubungnya utang luar negeri Indonesia yang mencapai Rp 17.000 triliun, terdiri dari Rp 7.000 triliun utang pemerintah, Rp 6.000 triliun utang BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan Rp 4.000 triliun utang swasta.
Gurita utang yang tidak disertai tatakelola yang benar dan kemampuan bayar yang memadai akan membawa NKRI pada kebangkrutan seperti terjadi pada Srilangka dan beberapa negara lain. Belenggu utang asing yang sedemikian rupa pada gilirannya mengancam eksistensi dan kedaulatan NKRI.
2. Terus merajalelanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan para penyelenggara negara di segela level, utamanya di pusat-pusat kekuasaan. Revisi UU KPK nampak jelas sebagai upaya pemandulan terhadap gerak langkah komisi antirasuah dalam memberantas KKN.
3. Dominasi oligarki yang semakin sistematik, terstruktur dan masif, serta menyebar ke segenap aspek kehidupan masyarakat, yang membuat kehidupan rakyat, berbangsa dan bernegara terasa pengab dan sempit. Hegemoni media massa, perilaku parpol yang bagaikan paduan suara, dan kelangkaan minyak goreng (migor) yang berbulan-bulan adalah beberapa contoh betapa kuatnya cengkeraman oligarki sudah sedemikian membelenggu. LP
4. Gelombang TKA (Tenaga Kerja Asing), khususnya dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang merambah berbagai bidang pekerjaan, termasuk pekerjaan bidang tukang yang semestinya menjadi hak rakyat Indonesia, di tengah badai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang melanda dunia usaha serta melemahnya daya beli rakyat sangat mengancam kehidupan ekonomi masyarakat.
Fakta bahwa para TKA asal Tiongkok itu rata-rata sudah mengikuti Wajib Militer (Wamil) selama dua tahun di negaranya, semakin menambah ancaman terhadap eksistensi dan kedaulatan NKRI. Dan,
5. Pembiaran terhadap perilaku sosial yang merusak moralitas bangsa seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender). Saat ini, LGBT bukan sekedar penyimpangan seksual, tetapi telah berubah menjadi gerakan (movement) yang berhasrat memperbesar dan memperluas pengikutnya. Hal itu sangat mengancam masa depan bangsa.
Tak hanya itu, Abdullah Hehamahua, yang juga Mantan penasihat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengatakan, agar tujuan mengawal eksistensi dan masa depan NKRI tercapai, pihaknya akan lebih dulu memberikan bekal kecerdasan untuk masyarakat dan seluruh anak bangsa dengan memberikan ilmu pengetahuan serta pemahaman sejarah bangsa Indonesia
“Perjuangan FKN selanjutnya kami akan membuat program mencerdaskan rakyat dengan menggelar seminar dan diskusi agar rakyat bisa memberikan kritik dan solusi yang konstruksif. Sebab kecerdasan tak hanya bisa didapatkan dibangku sekolah saja,” pungkas Abdullah Hehamahua.
Selain dihadiri oleh para presiduim FKN, Prof. Mohammad Daniel Rasyid, Abdullah Hehamahua dan Teuku Hasanuddin Yusuf, acara deklarasi tersebut juga dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Tamsil Linrung, FKN perwakilan Jawa Barat, Jawa Tengah, Presiden PPMI, dari Lampung dan juga sejumlah ibu-ibu aktivis peduli NKRI. Her